JAKARTA, HARIAN DISWAY - Peta politik 2024 masih begitu cair meskipun berbagai koalisi terbentuk. Pertemuan dua pentolan partai, Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Jumat, 10 Februari 2023, memunculkan banyak spekulasi. Termasuk kemungkinan bersatunya dua koalisi besar.
PKB saat ini sudah punya partner koalisi yakni Partai Gerindra. Koalisinya dinamakan Kebangkitan Indonesia Raya (KIR). Golkar pun menjadi motor Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP. Dalam pertemuan di kompleks Gelora Bung Karno itu, Muhaimin dan Airlangga sama-sama menawarkan untuk bergabung ke koalisi masing-masing.
"Dua-duanya mengajak. Kalau dua-duanya bergabung, lebih kuat. Lebih baik. Dalam politik tidak ada yang tidak bisa dibicarakan," ujar Airlangga dalam konferensi pers.
Jika dua koalisi itu bersatu, otomatis lima partai raksasa akan punya satu kekuatan baru. Tentu lebih besar. Pertemuan awal ini pun akan dilanjutkan dengan kunjungan masing-masing partai.
"Kalau sekarang ini kan kita breakfast together dan jalan pagi. Kita sama-sama jalan pelan-pelan, jalan sehat tapi selamat sampai tujuan," kata menko perekonomian itu.
Muhaimin pun menyambut baik gagasan peleburan dua koalisi itu. Bagi Muhaimin, semakin banyak barisan parpol di satu koalisi, proses pemilu akan makin efektif. Bisa mengambil langkah-langkah yang strategis.
"Mari kita samakan visi, tujuan, dan target, sehingga kita betul-betul siap dan tidak mendadak," jelasnya. Sebetulnya, dua koalisi ini sudah lama mengumumkan persatuan. Namun, hingga kini belum mendeklarasikan nama calon presiden yang akan diusung.
Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menebak ada udang di balik batu atas manuver politik Golkar belakangan ini. Golkar sebelumnya juga bertemu dengan parpol lintas koalisi. Seperti Nasdem, PKS, dan kini PKB.
"Pertanyaannya, apakah permainan Golkar itu atas inisiatif sendiri sebagai wujud independensi partai politik? Ataukah digerakkan oleh kekuasaan sebagai kepanjangan tangan Istana Presiden Jokowi?" katanya saat dihubungi, kemarin.
Ada sejumlah kemungkinan jawaban. Antara lain, untuk membuka ruang komunikasi politik, menegosiasikan ulang kepentingan, atau bahkan untuk memengaruhi soliditas koalisi lain.
Apalagi, sejak KIB berdiri, Golkar dipandang sebagai representasi kekuatan politik istana. Dengan kata lain, sebagai bidak catur politik, Presiden Jokowi dan kelompok di sekitarnya. Terutama di tengah sikap matang dan diamnya PDIP dalam merespons kehendak politik mereka.
Jika itu yang terjadi, setidaknya manuver Golkar dipengaruhi dua hal. Pertama, masih belum jelasnya sikap PDIP untuk mengusung Ganjar Pranowo. Kedua, semakin solidnya pencapresan Anies Baswedan pasca pernyataan sikap dukungan Partai Demokrat dan PKS.
"Sementara, jamak diketahui bahwa pencapresan Anies tidak dikehendaki oleh Jokowi," jelas Umam. Karena itu, berbagai upaya dilakukan oleh sel-sel politik tertentu untuk menggagalkan pencapresan Anies. Misalnya, mulai memberikan tawaran menteri kepada PKS, menghadirkan berbagai hantaman politik kepada Nasdem, atau sekadar membuka komunikasi dengan Partai Demokrat. (*)