JAKARTA, HARIAN DISWAY - Perekonomian negara bangkit sepanjang 2022. Laba yang diraih Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melesat 142 persen. Dari Rp 125 triliun pada 2021 menjadi Rp 303,7 triliun. Perolehan itu tertinggi sepanjang sejarah BUMN.
Beberapa sektor juga meningkat. Pertama, aset BUMN naik, dari yang sebelumnya Rp 8.978 triliun menjadi Rp 9.867 triliun. Kedua, yang signifikan adalah peningkatan ekuitas korporasi BUMN, dari Rp 2.778 triliun menjadi Rp 3.150 triliun.
Pendapatan BUMN juga membesar dari Rp 2.292 triliun menjadi Rp 2.613 triliun. Lonjakan itu disebabkan oleh progress transformasi bisnis yang mencapai 75 persen. "Tapi, semua masih unaudited, belum diaudit," ujar Menteri BUMN Erick Thohir saat Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin, 13 Februari 2023.
Tentu capaian itu menggembirakan. Tetapi, juga sekaligus jadi tekanan. Sebab, kata Erick, sisa 25 persen itu belum tentu membuat pertumbuhan laba pada 2023. Meski pendapatan 2022 naik 14 persen ketimbang 2021.
Menurutnya, dari 12 kluster yang dimiliki BUMN, jasa keuangan yang paling tinggi memberi kontribusi laba. Terbesar, laba bersih dicapai oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) senilai Rp 51,4 triliun. Disusul oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk di atas Rp 40 triliun, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) di atas Rp 18 triliun, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk di atas Rp 3 triliun.
"Di sektor jasa asuransi dan dana pensiun pun telah mencatat perbaikan keuangan," ujarnya. Jika dilihat Indonesia Financial Group (IFG), ada laba yang membaik. Meski itu bagian dari restrukturisasi Jiwasraya lantaran masih minus. Tapi, Erick memastikan keuangan asuransi dan dana pensiun BUMN itu dalam kondisi sehat secara konsolidasi.
Begitu juga dengan sektor jasa infrastruktur. Tampak kinerja yang positif. PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT PP (Persero) Tbk (PTPP), dan Brantas Abipraya memiliki kinerja yang sehat. Termasuk PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR), dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) yang mencatat laba di atas Rp 2 triliun.
"Yang masih restrukturisasi ini, PT Waskita Karya dan PT Hutama Karya masih penugasan. Perumnas kita juga ada presentasi dengan Kemenkeu untuk perbaikan bisnis model," tandasnya.
Sedangkan dana pensiun BUMN memang mengkhawatirkan. Terjadi defisit kecukupan dana Rp 9,8 triliun pada 2021. "Ini sangat besar. Sudah lampu kuning" kata Erick.
Bahkan, 65 persen dana pensiun BUMN dikategorikan sakit. Kondisi inilah yang dikhawatirkan membuat dana pensiun BUMN tak mampu memberikan manfaat untuk para pensiunan bagi para pegawai. Bisa kontradiktif.
Oleh karena itu, Erick pun menyiapkan sejumlah langkah transformasi. Salah satunya, cetak biru panduan investasi dana pensiun. "Kami buat buku biru petunjuk teknis bagaimana pengelolaan dana pensiun yang benar, jangan sampai investasi yang dilakukan dana pensiun ini bodong lagi," terangnya.
Di sisi lain, rasio utang terhadap ekuitas BUMN juga menurun imbas dari restrukturisasi dan transformasi bisnis. Yaitu dari 36,2 persen menjadi 34,2 persen. Itu berarti, imbuh Erick, ekuitas BUMN tetap dijaga dengan modal yang lebih besar mencapai Rp 3.150 triliun.
Total laba bersih BUMN yang tunai sebesar Rp 248 triliun. Yang sifatnya non-tunai sebesar Rp 55,7 triliun dari laba PT Garuda Indonesia (Persero). Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade pun meminta agar BUMN mengkaji ulang biaya penerbangan bagi jamaah haji.
Mengingat ada tiga komponen biaya haji yang cukup mahal. Yakni biaya penginapan, biaya konsumsi dan biaya transportasi yang dalam hal ini adalah penerbangan ke Makkah dan Madinah dengan maskapai Garuda.
Apalagi, sebanyak 70 persen jamaah haji Indonesia berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mereka telah bertahun-tahun menabung dan menunggu giliran untuk naik haji. "Mereka menabung rupiah demi rupiah bertahun-tahun agar bisa berangkat," imbuh politikus Fraksi Partai Gerindra tersebut.
Andre berharap Garuda Indonesia merinci kembali postur biaya penerbangan. Sehingga biaya tersebut dapat ditekan. Sebab, beberapa maskapai penerbangan lain diketahui bahkan dapat memberikan harga yang lebih murah dari maskapai Garuda Indonesia. (Mohamad Nur Khotib)