SURABAYA, HARIAN DISWAY- Stigma terbesar di tengah masyarakat adalah: perempuan hanya bisa mengurus rumah tangga. Karena itu, setelah menikah, mayoritas dari mereka berhenti berkarir. Mengubur mimpi mereka dalam-dalam. Hanya mengurus suami dan anak.
Selalu ada saja yang membuat kaum hawa ini merasa insecure. Misalnya saja dari faktor pendidikan. Perempuan yang tidak memiliki pendidikan tinggi merasa takut anak mereka kekurangan kasih sayang ketika dia harus mengejar mimpinyi.
Begitu juga bagi perempuan yang tidak memiliki pendidikan tinggi. Mereka merasa tidak mampu untuk berkarya. Itulah mengapa Paragon Corp meluncurkan program pemberdayaan perempuan bertajuk Women’s Space.
“Paragon punya empat pilar CSR: pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan, dan lingkungan. Women’s Space ini, program pertama kami,” kata Afifah Alif Maghend, petugas bagian Corporate Social Responsibility Paragon, Sabtu, 25 Februari 2023.
Program itu akan menjadi wadah perempuan untuk belajar apapun untuk menjadi lebih baik. Jadi dari program itu, Paragon Corp ingin menemani kaum hawa ini untuk menjadi leaderful women. “Kata kuncinya itu leader. Perempuan harus menjadi seorang pemimpin,” ucapnyi.
Ekosistem di Paragon sangat dekat dengan perempuan. Terlebih Founder Paragon Corp Nurhayati Subakat adalah seorang perempuan. Termasuk karyawan di sana. Sekitar 88 persen adalah perempuan berusia muda. Sedangkan produk yang dihasilkan adalah produk kosmetik (Wardah) yang dipakai oleh banyak perempuan.
Karena itu, melalui Women's Space ini mereka ingin membersamai perempuan. Serta memberikan ruang yang nyaman bagi mereka untuk tumbuh bersama dan saling mendukung satu sama lain dalam menggerakkan kebermanfaatan.
Program itu sudah roadshow ke lima kota besar di Indonesia. Mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Palembang, dan Surabaya. “Ini kota terakhir yang kami kunjungi. Setelah ini, kami ada kelas online, podcast,” tambahnyi.
Di acara itu, juga hadir Analisa Widyaningrum. Dia merupakan seorang psikolog dan Spokesperson Wardah. Sekitar satu jam dia memberikan motivasi kepada perempuan di Surabaya yang mengikuti acara tersebut.
“Saya ingin membuka mata semua perempuan, untuk merasa percaya diri dengan semua keputusan yang diambil. Perempuan harus menjadi pemimpin atas dirinya mereka sendiri,” ungkapnyi saat ditemui usai memberikan motivasi.
Sebagai seorang psikolog, ia menilai banyak perempuan di Indonesia terpengaruh dengan stigma oleh masyarakat. Termasuk berbagai tekanan dari luar diri mereka. Seperti keluarga dan sosial. Tidak hanya protes secara nyata. Melainkan banyak sindiran yang ditemui dari sosial media (medsos).
“Banyak perempuan yang merasa tidak berdaya, ketika mereka memutuskan untuk tidak bekerja. Akhirnya, kesehatan mental mereka terganggu ketika mereka menjadi ibu dan istri. Padahal, potensi perempuan itu banyak. Walaupun mereka dari rumah,” terangnyi. (*)