Rafael Simpan Rp 37 Miliar di Safe Deposit Box

Sabtu 11-03-2023,12:21 WIB
Reporter : Mohamad Nur Khotib
Editor : Tomy C. Gutomo

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Mantan pejabat ditjen pajak Rafael Alun Trisambodo tidak hanya menyimpan uang di rekening bank. Ia juga menyewa safe deposit box (SDB) di Bank Mandiri. Bukan surat atau barang berharga yang disimpan di kotak baja itu, tetapi uang tunai. Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlahnya Rp 37 mliar.

Tentu saja Rp 37 miliar tersebut di luar penemuan uang yang ada di rekening senilai Rp 500 miliar yang diungkap PPATK pekan lalu. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membenarkan temuan tersebut. Mata uangnya bervariasi. Ada dolar Amerika Serikat, dolar Singapura, ringgit Malaysia, hingga Euro. "Ya. Mata uangnya asing, kita menduga (hasil suap) demikian," kata Ivan dikutip sejumlah media, Jumat, 10 Maret 2023. 

Kini, uang itu telah dibekukan bersama 40 rekening terkait Rafael. SDB tersebut juga menjadi kewenangan PPATK untuk dianalisis lebih lanjut. Dalam rangka pembuktian dugaan suap terkait penyelewengan pajak.

Hasil analisis PPATK nanti langsung ditindaklanjuti oleh tim penyidik. Salah satunya, dari tim Komisi Pemberantasan Korupsi. 

KPK memanggil Rafael pekan lalu untuk klarifikasi atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tak wajar. Kasak-kusuknya mencuat setelah anaknya, Mario Dandy Satriyo, menganiaya Cristalino David Ozora hingga koma.

Akibat penelusuran kasus itu, PPATK berhasil membongkar catatan keuangan tak wajar milik para pejabat pajak di lingkungan Kementerian Keuangan. Bahkan tidak hanya nama-nama yang diduga terafiliasi dengan Rafael. Tetapi juga para pejabat lainnya. Termasuk 134 pejabat pajak yang menanam saham di perusahaan konsultan pajak. Bisnis mereka dinilai tidak etis lantaran berpotensi terjadi konflik kepentingan.


Menteri Keuangan Sri Mulyani (dua dari kiri) berbincang demgan Presiden Jokowi, Seskab Pramono Anung, dan Dirjen Pajak Suryo Utomo di Kantor Pelayanan Pajak Kota Solo.-BPMI Setpres-

Wajah Kementerian Keuangan pun makin tercoreng. Menko Polhukam Mahfud MD ikut-ikutan mengungkap adanya transaksi gelap di kementerian pimpinan Sri Mulyani itu. Nilainya tak tanggung-tanggung mencapai Rp 300 triliun.

Sri Mulyani sempat menyatakan tidak tahu-menahu soal transaksi janggal itu. Kemenkeu baru menerima laporan dari PPATK pada Rabu pagi. Namun, tidak ada poin yang menyatakan temuan Rp 300 triliun tersebut.

"Mengenai Rp300 triliun terus terang saya tidak lihat. Di dalam surat itu enggak ada angkanya. Jadi aku nggak bisa komentar mengenai itu dulu," katanyi usai meninjau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Solo bersama Presiden Joko Widodo pada Kamis, 9 Maret 2023.

Mahfud mengatakan, transaksi dengan nilai yang fantastis itu berlangsung sejak 2009 hingga 2023. Terdapat 168 laporan yang melibatkan 460 orang di lingkungan Kementerian Keuangan. 

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) itu menegaskan, transaksi janggal tersebut bukan terkait korupsi. Sebagaimana yang beredar beberapa hari belakangan. Melainkan menyangkut dugaan pencucian uang. "Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kementerian Keuangan ada korupsi Rp 300 triliun, bukan korupsi, tapi pencucian uang," kata Mahfud dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, kemarin.

Bisa jadi, kata Mahfud, nilai korupsinya kecil. Tetapi nilai pencuciannya yang lebih besar. Ia juga menepis Rp 300 triliun itu diambil dari uang pajak. Semuanya akan terungkap apabila diselidiki.

Mahfud punya alasan mempersoalkan transaksi gelap Rp 300 triliun itu. Yakni karena adanya Inpres Nomor 2 tahun 2017. Setiap informasi dugaan pencucian uang bisa berasal dari PPATK maupun laporan masyarakat.

"Begitu dikeluarkan nanti harus ada laporannya dari instansi yang bersangkutan itu menurut Inpres, feedback report -nya itu apa. Nah itu tadi ada yang belum, ada yang sudah, dan seterusnya dan seterusnya," terangnya.

Transaksi gelap tersebut harus segera ditelusuri. Terutama oleh Sri Mulyani beserta jajarannya. Sebab, tindak pencucian uang itu menjadi cara ampuh untuk menyembunyikan korupsi. Salah satunya, seperti terkuaknya kasus Rafael.

Mahfud telah berulang kali mengkonfirmasi hal itu kepada PPATK. Dan ternyata laporannya sudah ada sejak 2009. Namun, belum juga direspons. "Kadang kala resposn itu muncul sesudah terjadi kasus, kaya yang Rafael. Rafael itu menjadi kasus setelah dibuka. Lho, ini sudah dilaporkan kok didiemin? Baru sekarang-sekarang," ujar Mahfud. (*)

 

Tags :
Kategori :

Terkait