Gelar Karya III Ladang Binatang di Panggung Terbuka Universitas Negeri Surabaya dibanjiri pengunjung, Sabtu, 11 Maret 2023. Acara yang digelar Teater Institut UNESA itu jadi momen berkumpul para alumni dan pencinta seni. Teater yang sempat mati suri gara-gara pandemi, kini berhasil dihidupkan di tengah ladang.
--
Antrean sudah terlihat mengular sejak di parkiran Unesa Ketintang. Belasan orang berbaris rapi untuk menukarkan tiket.
Penikaran tiketnya unik. Bukan cuma kertas seperti pada umumnya. Penonton mendapat tiket plus makanan: singkong dan ubi rebus untuk memberi makan pemeran binatang. Mereka juga bisa membeli merchandise berupa baju, stiker, dan oleh-oleh lain.
Stand Pembelian dan Penukaran Tiket -Anggi Frima Damayanti/Harian Disway-
Sebelum pertunjukkan dimulai, binatang dari pemeran teater mengelilingi dan menghampiri penonton yang ada. Disitulah makananya yang berupa singkong dan ubi rebus tersebut disuapkan ke para pemeran.
Penonton membludak. Mereka duduk berdempetan di panggung terbuka Unesa Ketintang. Wajah-wajah penasaran terpampang sejak pertunjukan belum dimulai.
Yang nonton tak hanya mahasiswa dan orang dewasa. Banyak pula penonton cilik yang dikenalkan dengan kesenian teater yang sempat mati suri saat pandemi itu.
Crowd penonton Ladang Babi-Dokumen Pribadi-
Para pemeran yang menggunakan topeng hewan menguasai ruang panggung yang dibentuk seperti ladang. Rerumputan kering dipadukan dengan kotak-kotak kayu. Pendar lampu kuning membuat suasana ladang makin hidup.
Dialog yang diucapkan sangat jelas meski pertunjukan itu digelar di luar ruangan.
"Kaki dua jahat, kaki empat baik. Kaki dua jahat kaki empat baik”, begitulah suara nyanyian yang dikeluarkan dari pemeran binatang saat pertunjukkan. Penonton hening menyaksikan pertunjukkan Ladang Binatang. Gelak tawa juga terpancar ketika muncul seorang babi gemas dan gemuk berwarna pink yang gerak-geriknya seperti perempuan.
Cerita ini di adaptasi dari novel Animal Farm karya Geoge Orwell yang diadaptasi di pertunjukan teater Ladang Binatang, karya Endah Dwi Lestari. Alur ceritanya berbicara tentang kekuasaan dan pola penindasan melalui tokoh-tokoh binatang di sebuah peternakan.
Pertunjukkan Teater Ladang Babi sedang berlangsung-Dokumen Pribadi-
Akan tetapi kali ini Sutradara tidak membawa cerita alur ini terlalu jauh ke dalam unsur politik yang begitu jelas. Penonton diberi kebebasan untuk menginterpretasikan karya itu.
“Aku sebagai sutradara tidak terlalu membawa ke arah sana sebenarnya, tapi tetep membebaskan penonton untuk menghasilkan perspektif sendiri,” ujar sang sutradara.
Pementasan Ladang Binatang dikemas dengan epik. Disiapkan sangat matang. Pengunjung begitu puas. Perut mereka terkocok, kadang-kadang juga merinding.
“Menurut saya bagus, hanya saja ketika orang melihat teater ini tanpa membaca bukunya mungkin masih belum bisa memahami secara utuh alur ceritanya tetapi dari segi aktornya dengan eksplorasi panggungnya sudah bagus” komentar Rolly Syah Wardhana, salah satu orang penonton Ladang Binatang.
“Untuk teaterku sendiri Teater Institut semoga lebih dikenal masyarakat dan lebih iseng lagi di karya selanjutnya,” ucap Habib Alamsyah, penyelenggara Ladang Binatang.
Untuk yang belum menonton, jangan bersedih hati. Rencananya, Teater Institut akan mengadakan tur ke beberapa kabupaten di sekitar Surabaya.
Sampai jumpa di ladang, berikutnya!(*)
*Artikel ini ditulis dengan bangga oleh mahasiswi Fakultas Bahasa dan Seni Unesa, peserta Disway Intership Program Batch III.