Relasi Kuasa di Balik Kekerasan Seksual di PT

Jumat 17-03-2023,20:16 WIB
Oleh: Bagong Suyanto

RABU, 15 Maret 2023, saya diundang di acara Seminar Nasional Dies Natalis Ke-47 UNS. Temanya Merangkai Kesetaraan Mewujudkan Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual.

Narasumber yang diundang di acara seminar adalah Muhadjir M. Darwin dari UGM; Ismi Dwi A. Nurhaeni, dekan FISIP sekaligus ketua Satgas PPKS UNS; Rina Herlina Haryantio  dari UNS; dan saya yang diminta berbicara tentang Relasi Kuasa di Balik Praktik Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi (PT).

Acara dibuka rektor UNS Prof Jamal Wiwoho. Peserta yang hadir sekitar 250 orang yang berasal dari Satgas PPKS fakultas, dekan dan wakil dekan berbagai fakultas di UNS, serta aparatur pemerintah daerah dan mahasiswa. Acara diskusi digelar di ruang konferensi di UNS Tower Hotel and Mice Solo –sebuah hotel baru milik UNS yang dibuka September 2022.

Ketika memberikan sambutan, rektor UNS menyatakan, tekad UNS adalah meniadakan kasus kekerasan seksual di UNS. Seperti kampus lain di tanah air, diakui bahwa tindak kekerasan seksual bukan hanya isapan jempol atau rumor belaka. Tidak sekali dua kali terjadi kasus kekerasan seksual yang dilakukan mahasiswa, tenaga kependidikan, maupun dosen. 

Bahkan, ada sebagian kasus yang dilakukan pejabat kampus. Untuk memastikan perlindungan dan meciptakan lingkungan kampus yang nyaman, aman, dan bebas dari ancaman kekerasan seksual, dibutuhkan persamaan persepsi dan komitmen bersama yang kuat.

 

Relasi Kuasa

Di berbagai PT di tanah air, tindak kekerasan seksual diakui atau tidak telah menjadi momok yang menghantui para mahasiswi dan insan kampus lainnya. Jauh dari kesan bahwa kampus adalah ruang yang selalu nyaman dan aman bagi para mahasiswa, ternyata hantu tindak kekerasan seksual merupakan ancaman yang serius dan membutuhkan pemecahan segera.

Sebuah studi yang dilakukan National Union of Students (NUS) di Inggris menunjukkan bahwa satu dari tujuh mahasiswa perempuan mengalami pelecehan atau kekerasan seksual selama masa kuliah mereka (NUS, 2018). Di Amerika Serikat, studi yang dilakukan National Institute of Justice menunjukkan bahwa 19 persen dari mahasiswa perempuan mengalami kekerasan seksual selama masa kuliah mereka (Krebs et al., 2007). 

Studi lain yang dilakukan American Association of Universities menunjukkan bahwa 23 persen dari mahasiswa perempuan dan 5 persen dari mahasiswa laki-laki melaporkan bahwa mereka telah mengalami pelecehan seksual atau percobaan pemerkosaan selama masa kuliah (Cantor et al., 2015). 

Sementara itu, studi yang dilakukan National Institute of Justice menunjukkan bahwa 5,2 persen dari mahasiswa perempuan mengalami pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan selama masa kuliah (Fisher et al., 2000). Menurut data dari National Sexual Violence Resource Center, satu dari lima mahasiswa di Amerika Serikat mengalami kekerasan seksual selama masa kuliah. 

Di berbagai PT di tanah air, kekerasan seksual merupakan fenomena gunung es. Walau hanya sedikit angka yang terekspos, tidak berarti kasusnya kecil. Terlepas dari soal angka abolust kejadian yang terdeteksi, praktik tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi terbukti memiliki dampak yang signifikan pada korban. Para mahasiswa, terutama mahasiswi, tidak jarang mengalami berbagai masalah kesehatan mental seperti depresi, ansietas, dan PTSD (post traumatic stress disorder). 

Selain itu, korban kekerasan seksual rentan mengalami kesulitan dalam mempertahankan hubungan sosial dan prestasi akademik yang baik. Mereka umumnya akan mengalami trauma, bahkan sebagian gagal menyelesaikan tugas-tugas akademik karena menjadi korban tindak kekerasan seksual. 

Bisa dibayangkan, bagaimana mungkin para korban dapat menjalani kehidupan secara normal jika mereka adalah pihak yang baru saja mengalami tindak pelecehan maupun tindak kekerasan seksual? Sekuat apa pun mental korban, mereka niscaya akan mengalami trauma dan bahkan mungkin mengalami depresi karena persoalan yang dialami.

Dalam banyak kasus, sistem patriarki dan kekuasaan gender memainkan peran penting dalam menstimulasi munculnya berbagai tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi. Patriarki menciptakan hierarki sosial yang menempatkan laki-laki –terlebih dosen atau kakak kelas yang senior– di posisi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perempuan dan memberikan hak-hak istimewa kepada laki-laki. 

Kategori :