SURABAYA, HARIAN DISWAY- Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Mirzal Maulana dan Wakasat Kompol Edy Herwiyanto diduga tidak profesional dalam menangani kasus penggelapan vaksin yang menjerat LK. Keduanya didumas (pengaduan masyarakat). Sudah berujung pada sidang etik di Mapolda Jatim, Jumat, 24 Maret 2023.
Sebelum menjalani sidang etik, hasil temuan Paminal Mabes Polri dan Subbid Wabprof Polda Jatim, atas dugaan ketidakprofesionalan AKBP Mirzal Maulana dan penyidik, dinyatakan telah cukup bukti. Hal tersebut tercantum pada surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) Divpropam Mabes Polri dengan nomor B/1071/VIII/Was/.2.4./2022/Divpropam.
Kemudian, Subbid Wabprof Polda Jatim melaksanakan gelar perkara. Kesimpulannya, ditemukan adanya pelanggaran kode etik profesi Polri yang dilakukan Mirzal Maulana. Mirzal dianggap tidak profesional dalam menangani kasus penggelapan vaksin dan menetapkan LK sebagai tersangka tunggal.
Namun, segala tuduhan terhadap dua perwira menengah (pamen) itu ditepis dalam sidang etik. Ketua majelis etik Kombespol Totok Suharyanto menyatakan, Mirzal dan Edy tidak bersalah.
”Sidang kode etik sudah dilaksanakan dan dinyatakan bahwa saudara Kasat (AKBP Mirzal) dan Wakasat (Kompol Eddy) tidak terbukti melakukan apa yang ditudugkan pengadu,” ujar Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Dirmanto saat ditemui Selasa, 28 Maret 2023.
Dikatakan Dirmanto, penyidikan dan penetapan tersangka terhadap LK sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dengan hasil sidang etik itu, LK jelas kecewa. Ia menduga ada intervensi dari mantan Kapolrestabes Surabaya yang kini menjabat Wakapolda Jawa Timur. LK pun menegaskan akan melakukan upaya banding. LK mengungkapkan ketidakprofesionalan yang diadukannyi adalah rekayasa dan pemalsuan dokumen yang diduga dilakukan Kasatreskrim, Wakasatreskrim, dan Kanit IV.
Menurut LK, bebasnya Mirzal dan Edy menunjukkan pemalsuan tanda tangan untuk perlengkapan barang bukti dan berkas itu dilegalkan. LK meminta agar ada peraturan yang mendukung terkait pemalsuan tanda tangan.
”Saya janji membongkar kebobrokan Polrestabes Surabaya selama ini jika tidak ada keadilan,” tegasnyi.
Kasus itu bermula dari adanya sekelompok orang yang menyediakan vaksinasi dosis ketiga berbayar di Surabaya. Praktik itu diduga ilegal karena mendahului program pemerintah yang baru dilaksanakan program vaksin booster pada Januari 2022. Untuk mendapatkan vaksin booster tersebut, masyarakat dikenai biaya Rp 250 ribu.
Menanggapi isu itu, polisi melakukan rangkaian penyelidikan. Hingga akhirnya menetapkan LK sebagai tersangka pada awal 2022.
Meski pada akhirnya kasus itu di-SP3, LK merasa dirugikan lantaran telah dijadikan tersangka tanpa alat bukti dan saksi yang kuat. LK pun membuat laporan dumas. (*)