SETELAH libur Lebaran ini, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali ditunggu akan melanjutkan sidang sengketa Pemilu 2024. Forum sidang itu telah ditunggu-tunggu karena menjadi arena pertarungan political power yang tak seimbang.
Yaitu, antara penguasa negara pengusung dinasti melawan kekuatan politik yang menginginkan keadilan dan penegakan demokrasi. Sementara itu, sebagian besar masyarakat, termasuk civil society, hanya berperan sebagai penonton yang meneriakkan dukungan dan yelyelnya di medsos dan grup-grup WhatsApp (WA).
Teriakan mereka tak banyak memengaruhi persidangan, apalagi membuat permainan menjadi berubah.
Tulisan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri di Kompas, 8 April 2024, yang juga dibuat kontennya di medsos serta kehadirannya sebagai amicus curiae, beberapa waktu lalu, telah mengingatkan MK sebagai lembaga yang diberi amanah sebagai penjaga konstitusi.
Harapannya, MK tidak mengulang pengalaman yang sempat bermasalah terkait putusan perubahan syarat capres/cawapres sehingga Gibran yang aslinya usianya tidak memenuhi syarat bisa dimajukan sebagai cawapres.
Apakah pesan Bu Mega itu mampu memengaruhi nurani para hakim MK? Banyak yang pesimistis. Mengapa? Sebab, parpol yang dipimpin Mega sendiri terbukti gagal menggunakan hati nurani saat berperan sebagai pemimpin politik di parlemen.
BACA JUGA: Prof Henri Subiakto: Mahkamah Konstitusi Bisa Jadi Penyelamat Indonesia
Dia gagal memimpin pengajuan hak angket yang sejatinya lebih punya kekuatan ”menekan” presiden daripada MK semata.
Terlepas dari alasan kegagalan PDIP di parlemen, potensi kegagalan berikutnya bisa terjadi juga di MK. Tak pelak, Mega mengingatkan MK tentang kewajiban etis dan moral sebagai negarawan yang harus membela demokrasi dan konstitusi.
Pasalnya, jika di MK gagal lagi, itu akan jadi kegagalan atau kekalahan kali ketiga kekuatan demokrasi melawan politik Jokowi di Pemilu 2024.
Pertama, kekalahan 01 dan 03 di hitungan pilpres menurut KPU, dengan berbagai macam penyebab.
BACA JUGA: MKMK Segera Jadwalkan Sidang Dugaan Pelanggaran Kode Etik Hakim Mahkamah Konstitusi
Kedua, kekalahan mereka di parlemen dengan pupusnya hak angket sehingga tabir gelap perusakan demokrasi tak bisa diungkap lewat jalur politik.
Ketiga, kemungkinan kekalahan di MK jika tim hukum mereka tak mampu meyakinkan para hakim konstitusi. Kedudukan skor bisa 3-0 untuk kemenangan Jokowi.