KALAU ingin menikmati suasana kota tua, kini tak perlu di Jakarta atau Semarang. Surabaya juga telah membangun kota tuanya. Sungguh kabar menggembirakan.
Rasanya kita perlu berterima kasih kepada wali kota sekarang. Yang punya gagasan merenovasi Kota Tua Surabaya. Yang menjadi pusat perkembangan ibu kota Jawa Timur ini di masa lalu.
Ada yang istimewa dari kota tua ”baru” di Surabaya itu. Mereka mengintegrasikan tiga zona sekaligus: Eropa, Tiongkok, dan Arab. Dengan demikian, kawasanya meliputi Jembatan Merah, Kembang Jepun, dan Ampel.
BACA JUGA: Jualan Kota Tua
Belum sampai diresmikan oleh wali kota, kota tua ”baru” Surabaya itu sudah menggemparkan. Banyak orang yang penasaran untuk datang. Mereka ingin menikmati suasana baru Kota Surabaya lama.
Sejumlah kawasan kota tua sudah dipoles. Jalaur pedestrian baru, tiang listrik baru, signed kota baru, dan yang istimewa, bebas kabel listrik dan telepon yang biasa mengganggu keindahan kota.
Pemerintah telah memoles kawasan Eropa, mulai Gedung Internationale yang berada di depan Jembatan Merah Plaza sampai gedung PTPN I (eks PTPN XI). Sementara itu, untuk zona Arab, Langgar Gipo dijadikan sebagai destinasi religi baru.
BACA JUGA: Europe Trip Sekeluarga ke Empat Negara (2); Terpukau Kota Tua Raden Saleh
Jelas renovasi kota lama itu jauh lebih maju daripada gagasan mantan bos Jawa Pos Dahlan Iskan yang pernah memoles Jalan Kembang Jepun menjadi Kya-Kya Surabaya. Namun, itulah inisiatif swasta pertama untuk memoles Kota Tua Surabaya.
Saat selesai dibangun, Kya-Kya juga sempat menjadi destinasi hype saat itu. Lanskap pecinan di Surabaya itu dulu berubah menjadi destinasi kuliner yang ramai dikunjungi setiap malam. Sayang, keberlanjutannya tertahan karena belum menjadi program pemerintah.
Tentu kali ini berharap menghidupkan kembali Kota Tua Surabaya tak bernasib sama. Artinya, hanya hype sebentar dan tidak berkelanjutan. Menjadikan Kota Tua Surabaya sebagai bagian sejarah panjang kota sekaligus destinasi wisata yang langgeng.
Tentu saja, untuk menjadi bertahan lama, tidak cukup hanya dengan memperbaiki lanskapnya. Tetapi, juga perlu memperbanyak konten dari lanskap yang bersejarah dan biasanya menyimpan keindahan khas kota tua. Itulah yang perlu usaha keras berikutnya.
Seperti halnya Kota Tua Jakarta, banyak destinasi kota lama diisi dengan sejumlah museum dan galeri seni. Hampir destinasi kota tua di Eropa demikian kekhasannya. Dengan begitu, ketika mengunjunginya, kita seperti dibawa ke lorong waktu sejarah yang panjang.
Tidak sekadar menikmati bangunan kunonya. Tapi, juga dibawa ke dalam tonggak kebudayaan yang menjadi bagian dari fundamen kebudayaan yang ada sekarang. Selain bangunan kuno, di Eropa kita bisa juga menikmati karya-karya dari maestro masa lalu yang legendaris hingga sekarang.
Kota Tua Jakarta bukan sekadar menjadi destinasi wisata. Ia juga menjadi medium pendidikan sejarah. Tentang kotanya. Karena itu, banyak museum di dalamnya. Mulai Museum Fatahilah yang merupakan Gedung Balai Kota Batavia.