Perbedaan yang paling dirasakan adalah dari segi bahasa. RedNote dirancang digunakan oleh masyarakat Tiongkok, walaupun negara lain dapat mengakses aplikasi itu.
Keterbatasan bahasa itulah yang membuat beberapa orang masih bertahan menggunakan TikTok.
Aplikasi RedNote juga memiliki fitur mengikuti algoritma, yang berfokus pada minat pengguna, bukan pada pengguna yang mereka ikuti.
Hal itu menjadi kebijakan yang baik. Karena dapat meminimalisir dominasi influencer dan memperbanyak orisinalitas konten.
Meskipun TikTok dimiliki oleh Perusahaan Tiongkok, aplikasi tersebut tidak bisa diakses atau digunakan oleh penduduk setempat.
Karena aplikasi lain yang sama dengan TikTok yang Bernama Douyin, saat ini mendominasi pasar domestik. Namun, aplikasi Douyin hanya bisa diakses oleh Weibo, akun setempat.
Bagaimana user Tiongkok dan AS berinteraksi?
Para user dari AS maupun negara lain harus berinteraksi dengan user Tiongkok. Mereka harus saling memahami bahasa yang digunakan. Apalagi fitur pada aplikasi RedNote masih terbatas.
Namun hal itu tidak menjadi kendala bagi user Tiongkok dan non-Tiongkok untuk berinteraksi.
Dari berbagai sumber, sejauh ini para user masih berinteraksi dengan baik. Beberapa pengguna dari AS juga saling mengingatkan agar menghormati pengguna asal Tiongkok di platform itu.
Sebagian pengguna lama RedNote juga menyambut hangat pengguna baru di aplikasi tersebut.
Mereka juga membuat video tutorial untuk membantu para “imigran platform” itu paham dan mampu mengeksplorasi aplikasi.
Beberapa user Tiongkok bahkan memanfaatkan kedatangan pengguna baru dari AS. Yakni untuk membantu mereka dalam mengerjakan tugas Bahasa Inggris.
“Fakta bahwa orang bisa mengunggah gambar dengan komentar di Rednote, juga orang-orang yang meminta bantuan untuk mengerjakan tugas bahasa Inggris mereka itu sangat lucu,” tulis akun @notopheliagrace
Jadi, apakah Rednote akan menjadi alternatif terbaik bagi pengguna TikTok di AS? Hanya waktu yang akan menjawab. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Sastra Inggris, UINSA.