"Karena harus daftar (jadi pangkalan) katanya. Kalau tidak, nggak boleh menjual LPG lagi," ujarnya.
Pria berusia 38 tahun itu menilai, pembeli juga akan merasa keberatan jika harus membeli langsung dari pangkalan, meskipun harganya sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Sebab, lokasi pangkalan jauh dari permukiman warga. Jam operasional di pangkalan juga terbatas hingga pukul 15.00 WIB.
"Kalau rumah tangga nggak punya stok LPG, dan tabungnya habis di malam hari, mereka juga akan bingung," katanya.
Kebijakan ini juga dinilai berdampak pada pedagang keliling. Sebab, mereka akan kesulitan jika harus membeli LPG di pangkalan.
BACA JUGA:LPG 3 KG Tidak Lagi Dijual Eceran, Wamen ESDM Himbau Penjual Pengecer Daftar Jadi Pangkalan
BACA JUGA:Pertamina Pastikan Tak Ada Kenaikan Harga LPG 3 Kg, Himbau Konsumen Beli di Pangkalan Resmi
Menurutnya, tidak semua toko kelontong memiliki modal besar untuk mendaftar sebagai agen stau pangkalan resmi Pertamina.
"Kalau kami kan jualan 24 jam, semua kebutuhan rumah tangga bisa dibeli. Nah, kalau kami nggak boleh menjual LPG lagi, pendapatan bisa berkurang," tandasnya.
"Lagipula stok LPG 3 kg di pangkalan cepat habis," kata pria asal Sumenep, Jawa Timur, tersebut.
Dikutip dari situs resmi Pertamina, modal yang dibutuhkan untuk mendaftar menjadi pangkalan resmi, minimal berkisar Rp100 juta.
Biaya tersebut sudah termasuk biaya operasional, mobil angkut, sewa tempat, dan pembelian tabung gas.
Kemudian, agen harus berbentuk Badan Usaha (Perseroan Terbatas/Koperasi) yang dibuktikan dengan akta pendirian lengkap dan pengesahan Kemenkumham.
Pendaftaran juga harus melampirkan hasil scan KTP Direktur perusahaan dan scan NPWP perusahaan.
Adapun pendirian agen harus berada dalam bangunan yang memiliki luas lahan minimal 165m2. Sedangkan untuk SPBE minimal 4.150 m2 (83m x 50 m), dan BPT minimal 1.000 m2 (40mx25m).
Hal senada juga dikatakan Muhammad Husnul Yakin. Pemilik toko kelontong di kawasan Sukolilo, Surabaya, itu mengaku kebijakan tersebut merugikan pedagang kecil seperti dirinya.