Cerita Diaspora dari Marisa Tania: Mode ke Kode

Sabtu 17-05-2025,04:00 WIB
Oleh: Marisa Tania

Enam bulan kemudian, saya bisa menjadi asisten dosen untuk kelas Java—mata kuliah yang dulunya bahkan saya tidak mengerti. Setahun setelahnya, saya membangun sistem 3D AI pose estimation menggunakan dua kamera—teknologi yang memungkinkan komputer “membaca bahasa tubuh” lewat video. Dua tahun kemudian, saya merancang dan mengembangkan sistem komputasi data berskala besar dengan komunikasi antarmesin yang efisien dan andal.

Dua setengah tahun setelah menulis kode pertama, saya menyelesaikan gelar MSCS enam bulan lebih cepat dari jadwal. Sebuah program intensif yang biasanya merangkum enam tahun materi ilmu komputer dalam waktu tiga tahun.

Di balik semua itu, ada banyak pengorbanan dan tangisan. Hari-hari terasa seperti siklus: koding, makan, tidur. Atau lebih tepatnya: koding, kopi, dan tidak tidur sama sekali. Saya duduk di depan komputer lebih dari 15 jam per hari. Mata saya lelah, minus makin tebal, punggung saya sakit, dan otot rasanya seperti jelly—efek dari terlalu banyak layar, terlalu lama duduk, dan terlalu sering debugging.


--

Setiap hari terasa seperti harus meloncat lebih jauh, sambil membawa rasa ragu yang terus menghantui—imposter syndrome yang tak pernah benar-benar hilang. Tapi saya terus bertahan: satu baris kode, satu bug, satu commit, satu keberanian kecil.

Belajar hal baru bisa terasa menakutkan—apalagi saat semua orang di sekitarmu tampak lebih berpengalaman. Tapi pelajaran terpenting? Jangan takut tidak tahu. Di dunia ini, keingintahuan jauh lebih berharga daripada tahu segalanya sejak awal. Dan kadang, keberanian untuk bertanya lebih penting daripada kemampuan menjawab.

Teknologi tidak lagi terasa asing. Ia menjadi bahasa baru yang saya pelajari dengan susah payah. Dan tanpa saya sadari, langkah-langkah kecil itu membawa saya ke tempat yang dulu terasa mustahil: jantung inovasi dunia. Bukan lewat jalur cepat, bukan dengan gelar teknik dari awal, tapi dengan keberanian untuk berpindah arah—dan tetap berjalan. Dari sketsa mode ke baris kode, dari panggung catwalk ke IT lab—di sanalah akhirnya saya menjejakkan kaki: Silicon Valley.(Marisa Tania-Bersambung…)

Tags :
Kategori :

Terkait