Hilman menambahkan, pada musim haji kali ini, untuk pertama kalinya pelayanan jamaah melibatkan delapan syarikah atau perusahaan penyelenggara berbeda di Arab Saudi.
Kondisi ini memicu kompleksitas baru dalam proses pengelolaan jamaah, terutama ketika visa belum terbit sesuai jadwal. Akibatnya, kursi-kursi yang semestinya diisi oleh jamaah yang visanya tertunda harus segera digantikan oleh calon jamaah dari kloter berikutnya.
Skema seperti ini, lanjut Hilman, menimbulkan efek domino berupa pemisahan jamaah dari rombongannya. Beberapa di antaranya bahkan harus menyesuaikan diri dengan kloter lain atau menyusul secara mandiri.
Situasi ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah karena berdampak pada kenyamanan, koordinasi, dan pelayanan jamaah selama pelaksanaan ibadah haji.(*)