SATU per satu teman sekolah Abid Bahrain berdatangan ke rumah duka. Rumah itu di Jalan Sidoresmo 4 Gang 15. Padahal, saat itu sudah pukul 13.00. Jasad Abid sudah dimakamkan pada pukul 07.00.
Rumah orang tua Abid tidak sulit untuk dicari. Sebab, tepat di pinggir jalan gang. Gang itu juga tidak cukup besar. Lebarnya hanya sekitar 1,5 meter. Rumahnya juga tidak besar. Hanya dua lantai dengan balutan cat biru dan putih.
Orang tua Abid, yakni Saiful dan Setyowati, ada di dalam rumah. Teman-teman Abid yang melayat hanya ditemani kedua kakak perempuan Abid.
Kedua orang tua Abid masih tidak menyangka, putra semata wayangnya meninggal dalam kondisi yang sangat tragis. Ditabrak kereta api saat mobil yang dikemudikan Abid melintas di Jalan Pagesangan II (perlintasan kereta api Jalan Kebonsari Manunggal).
Saat Harian Disway mengunjungi rumah duka, hanya adik ayahanda Abid yang bisa ditemui. Ia adalah Yoyon Supriono. Ia tinggal persis di depan rumah orang tua Abid. Ia menceritakan bahwa tidak ada tanda-tanda keponakannya itu akan berpulang.
Seperti biasanya, Abid sering keluar rumah dan pulang hingga larut malam. Sebelum kejadian, Abid izin buka puasa bersama teman-temannya. M. Zidan Ibrahim dan Fairuz Aditiya Maulana datang menjemput Abid di rumahnya.
”Mereka itu (Zidan dan Fairuz, Red) sudah sering datang ke sini. Sering main bersama keponakan saya,” kata Yoyon kemarin (25/4). Semasa hidup, pria yang baru saja lulus dari SMA Negeri 16 itu terkenal sangat baik. Tidak pernah melakukan hal-hal negatif.
Sebab, Yoyon sangat tegas memperingatkan Abid. ”Di keluarga saya, memang saya terkenal paling keras. Abid juga paling nurut dengan saya. Jadi, saya bisa pastikan kalau ia semasa hidup tidak pernah mengonsumsi minuman beralkohol atau narkotika,” tegasnya.
Walau terkadang, Abid sering melawan ketika diperintah kedua orang tuanya. Misalnya, disuruh membersihkan rumah. Atau melakukan kegiatan lainnya. ”Kalau itu kan sudah biasa lah. Kenakalan masa remaja,” ungkapnya sambil sesekali melihat ke langit.
Namun, ia mengakui bahwa pemuda kelahiran 27 Oktober 2003 itu sangat pintar dan mudah bergaul. Nilainya di sekolah tidak pernah mengecewakan. Karena ia memiliki banyak teman, saat pemakaman pun banyak temannya yang mengantar ke peristirahatan terakhir.
”Penuh tadi. Temannya semua. Mungkin ada sekitar 100 orang. Dan sekarang teman-temannya masih terus berdatangan. Memang sejak dulu temannya sering main ke sini. Gak hanya cowok. Tapi, cewek juga. Itu kan menandakan kalau ia sangat baik,” ungkapnya.
Abid baru saja menyelesaikan pendidikan di bangku SMA. Rencananya, ia mendaftar di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sayangnya, ia belum sempat mendaftar. Tuhan sudah memanggilnya untuk pulang.
”Kami sekeluarga ikhlas dengan kepergian Abid. Hanya, kenapa meninggalnya sangat tragis seperti ini. Pertanyaan dalam benak saya, kenapa pemerintah tidak memasang palang di perlintasan itu. Padahal, di sana sudah banyak korban jiwa,” tegasnya. (Michael Fredy Yacob)