Bayangkan, menginvestasikan EUR80 juta, atau Rp1,5 triliun, untuk membawanya dari Fiorentina pada 2022, hanya untuk kehilangan secara gratis dua tahun kemudian. Itu bukan sekadar kegagalan transfer, itu adalah aib manajerial.
Bagi Juventus, hal itu menjadi ujian nyata. Haruskah mereka menurunkan harga demi menghindari kebangkrutan finansial? Atau bertahan pada harga pasar dan menerima risiko kehilangan aset berharga? (*)