LAYANAN transportasi online terbukti memudahkan mobilitas jutaan warga. Kenyataan di baliknya, ada ekosistem besar pengemudi yang menggantungkan nafkah pada pesanan harian. Data Kementerian Perhubungan 2025 menyebutkan, jumlah pengemudi menembus sekitar 7 juta orang.
Itu menandakan skala yang sangat luas dan kebutuhan kebijakan yang jelas. Sebagai pengiring masifnya pengemudi transportasi online, gelombang aksi di berbagai kota di Indonesia muncul untuk menuntut kejelasan status kerja, perlindungan, dan transparansi kebijakan perusahaan.
Mulai aturan sanksi akun, perhitungan potongan, hingga mekanisme banding. Berbagai aksi tersebut mencerminkan persoalan nyata di lapangan. Yakni, fluktuasi pendapatan, keputusan tarif aplikasi yang dianggap tidak adil, dan minimnya keterlibatan pengemudi dalam menentukan kebijakan.
BACA JUGA:Edy Wuryanto Dorong Perlindungan Hukum Ojol Masuk RUU Transportasi Online
Adapun dari aspek keselamatan, data kepolisian menunjukkan sepeda motor masih menjadi kendaraan yang paling sering terlibat kecelakaan. Suatu risiko yang sering dihadapi pengemudi di jalan.
Isu-isu tersebut juga disorot secara internasional. Misalnya, International Labour Organization (ILO) yang mendorong standar kerja layak untuk pekerja berbasis aplikasi, termasuk kepastian hubungan kerja, transparansi, dan perluasan perlindungan sosial.
Semua itu menunjukkan kebutuhan mendesak perihal regulasi yang jelas dan praktik yang lebih manusiawi agar layanan transportasi online tetap berjalan, pengemudi terlindungi, dan publik mendapat layanan yang aman.
Tantangan utama perusahaan pengelola layanan transportasi online tidak sekadar mengoptimalkan operasional, tetapi juga membangun kepercayaan. Kepercayaan lahir dari kejelasan.
Pengemudi perlu memahami bagaimana performa diukur, kapan dan mengapa terjadi pembatasan pesanan, serta apa alasan sebuah akun dibatasi. Oleh karena itu, langkah pertama yang layak dilakukan manajemen perusahaan adalah menjadikan transparansi sebagai aspek inti, bukan sekadar pemberitahuan.
Indikator kinerja penting diterjemahkan ke dalam bahasa yang mudah dipahami, disertai contoh kasus dan penjelasan yang memadai sebelum perubahan aturan berlaku. Lebih penting lagi, hadirkan koridor banding dengan batas waktu jelas dan penanggung jawab yang proaktif.
Praktik itu sejalan dengan dorongan ILO agar keputusan berbasis sistem bisa dipahami dan ditinjau ulang secara lebih adil.
Selanjutnya, keselamatan mesti masuk ke indikator kinerja perusahaan, bukan hanya indikator individu pengemudi. Di aplikasi, tombol darurat yang responsif, pelacakan perjalanan yang andal, dan dukungan pasca kecelakaan yang cepat adalah fitur utama.
Di dunia nyata, pelatihan berkendara yang tepat secara rutin dan dorongan atas jeda istirahat yang terjadwal akan menurunkan risiko yang selama ini ditanggung pengemudi sendirian.
Selanjutnya, diperlukan pengukuran atas dampak secara terbuka. Bila sepeda motor terus mendominasi insiden kecelakaan, hendaknya ukuran keberhasilan perusahaan turut dinilai dari penurunan insiden dalam layanannya.
Tantangan berikutnya adalah jaminan sosial terkait dengan registrasi pengemudi dan konsistensi pembayaran iuran BPJS Ketenagakerjaan. Mengingat, prosesnya dinilai relatif merepotkan atau mahal.