BACA JUGA:Inilah Modus Jaringan Prostitusi Online
Dalam kerangka pemikiran Lefebvre, itu adalah representations of space, ’ruang yang dirancang oleh negara melalui kebijakan dan wacana’. Namun, ruang yang dihapus secara formal tidak serta-merta hilang secara sosial. Spatial practice pekerja seks menyesuaikan diri.
Mereka, antara lain, bermigrasi ke kos-kosan, apartemen, atau platform digital. Ruang prostitusi berubah dari ruang kolektif menjadi ruang fragmentaris.
Penutupan lokalisasi tersebut telah menciptakan jeda struktural, tetapi sekaligus membuka jalan bagi migrasi prostitusi dari ruang teritorial menuju ruang digital.
Fenomena itu menciptakan bentuk baru urbanisme yang mana praktik ekonomi seksual terwujud dalam interaksi antara platform digital dan ruang fisik kota.
Lokalisasi dahulu berfungsi sebagai wadah pengaturan sosial (pengamanan, kesehatan, solidaritas), jaringan ekonomi mikro (warung, kos, salon), hingga ruang informasi informal (komunitas internal).
Dengan hilangnya wadah itu, pekerja seks berpindah ke ruang-ruang yang lebih tersebar seperti penginapan murah, kawasan komersial, pusat perbelanjaan, hingga aplikasi digital.
Dengan demikian, wajah baru prostitusi merupakan contoh produksi ruang urban berbasis teknologi, di mana ruang tidak lagi bersifat geografis, tetapi relasional dan jaringan.
EKONOMI URBAN DAN STRATIFIKASI PROSTITUSI
Sebagai kota industri, pendidikan, dan perdagangan, Surabaya menciptakan beragam kelas ekonomi dengan pola konsumsi yang berbeda. Prostitusi pun menyesuaikan diri ke dalam struktur kota tersebut.
Fenomena prostitusi digital juga dapat dipahami melalui teori strukturasi Anthony Giddens, yang menekankan dualitas struktur: struktur sosial membatasi sekaligus memampukan tindakan individu.
Pekerja seks beroperasi dalam struktur-struktur seperti meningkatnya biaya hidup di perkotaan, fleksibilitas pekerjaan yang rendah dan ekonomisasi gaya hidup digital (gawai, fesyen, hiburan).
Namun, di sisi lain, mereka juga menunjukkan agensi dengan cara memanfaatkan algoritma platform, membangun jaringan pelanggan tetap, mengatur harga sesuai segmentasi, hingga menggunakan avatar, pseudonym, dan boundary management.
Dengan kata lain, prostitusi digital adalah hasil interaksi antara struktur kota dan kreativitas adaptif aktornya.
DARI PENGAWASAN TERITORIAL KE PENGAWASAN TERSEBAR
Digitalisasi prostitusi menciptakan pola kekuasaan baru yang dapat dibaca melalui pendekatan Michel Foucault, khususnya konsep disciplinary power dan governmentality.