HARIAN DISWAY - Belakangan ini fenomena menjaminkan Surat Keputusan (SK) pegawai sebagai jaminan utang kian ramai diperbincangkan. Praktik ini tidak hanya dilakukan bank, tetapi juga di lembaga pembiayaan swasta yang menawarkan skema cepat tunai bagi pegawai.
Bagi sebagian masyarakat, menjadikan SK pegawai sebagai agunan utang tampak praktis. Namun, di sisi lain, cara ini menimbulkan keraguan dalam pandangan hukum Islam.
Konsep Jaminan Utang dalam Islam
Dalam Islam, jaminan utang dikenal dengan istilah rahn atau gadai. Rahn merupakan akad penyerahan suatu harta bernilai sebagai jaminan atas kewajiban utang piutang.
BACA JUGA:7 Tip dan Panduan Melunasi Kredit Kendaraan Sebelum Tenor Berakhir
BACA JUGA:Cara Ajukan Kartu Kredit BRI Easy Card Digital, Dapat Bonus E-Voucher Rp100 Ribu!
Tujuan rahn adalah melindungi hak pemberi utang sekaligus menjaga keadilan bagi pihak yang berutang. Karena itu, Islam mengatur secara ketat syarat benda yang boleh dijadikan jaminan.
Objek jaminan harus berupa harta yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan secara nyata. Selain itu, harta tersebut harus sah dimiliki dan memungkinkan untuk dijual apabila utang tidak dapat dilunasi.
Kedudukan SK Pegawai dalam Perspektif Syariah
SK pegawai pada dasarnya merupakan dokumen administratif yang berfungsi menetapkan status kerja seseorang. Dokumen ini menjadi bukti legal bahwa seseorang memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap.
Namun, dari sudut pandang syariah, SK pegawai bukanlah harta benda yang memiliki nilai ekonomi secara mandiri. SK tidak dapat diperjualbelikan, tidak dapat dialihkan kepemilikannya, dan tidak bisa dimanfaatkan sebagai pengganti nilai utang.
BACA JUGA:Khofifah Bagikan SK Kepada 4.172 CPNS dan PPPK Pemprov Jatim
BACA JUGA:Gaji ke-13 PNS Cair Juni 2025, CPNS 2024 Bisa Dapat Asal SK Sudah Terbit
Karena karakteristik tersebut, banyak pandangan keilmuan Islam menilai bahwa SK pegawai tidak memenuhi syarat sebagai objek rahn.
Dengan kata lain, menjadikan SK sebagai jaminan utama utang tidak sejalan dengan konsep gadai dalam Islam.
Pandangan Ulama dan Praktik Kontemporer
ULAMA menilai SK pegawai sebagai bukti kemampuan bayar, bukan jaminan harta. Praktik modern pun menuntut kehati-hatian agar tetap sesuai syariat.-freepik-
Sejumlah ulama kontemporer memandang bahwa praktik menjaminkan SK pegawai lebih tepat dipahami sebagai bentuk penguatan kepercayaan.
Dalam hal ini, SK berfungsi sebagai bukti kemampuan membayar, bukan sebagai jaminan harta yang sah.
BACA JUGA:Cara dan Syarat Membuat Kartu Kredit BRI via Website, Cukup dari Rumah
BACA JUGA:Takut Kredit Ditolak? Ini 2 Cara Jitu Bersihkan SLIK OJK
Pendekatan ini sering digunakan dalam praktik perbankan modern, terutama ketika lembaga keuangan menilai kelayakan debitur.
Meski demikian, ulama tetap menegaskan bahwa status SK tidak bisa disamakan dengan jaminan berupa harta nyata.
Masalah menjadi lebih kompleks apabila pinjaman dengan jaminan SK disertai bunga atau tambahan pembayaran. Dalam Islam, setiap tambahan yang disyaratkan dalam utang termasuk riba dan hukumnya haram.
Oleh karena itu, meskipun penggunaan SK sebagai alat evaluasi masih diperdebatkan, praktik utang yang mengandung riba tetap tidak dibenarkan.
BACA JUGA:7 Cara Menghindari Jebakan Pinjol Ilegal yang Tidak Terdaftar di OJK
BACA JUGA:OJK Ungkap Bullion Bank Belum Dijamin LPS
Hal ini menjadi perhatian penting bagi umat Islam agar tidak terjebak dalam transaksi yang bertentangan dengan syariat.
Risiko Syariah dan Kehati-hatian dalam Utang
Menjaminkan SK pegawai juga berpotensi menimbulkan ketidakadilan dalam praktik. Salah satunya adalah pemotongan gaji secara otomatis tanpa ruang negosiasi yang adil bagi debitur.
Islam menekankan prinsip kerelaan dan kejelasan dalam setiap akad muamalah. Jika salah satu pihak merasa terpaksa atau dirugikan, maka akad tersebut berpotensi cacat secara syariah.
Selain itu, penggunaan dokumen administratif sebagai jaminan dapat menimbulkan kesalahpahaman hukum. Debitur bisa mengira bahwa transaksi tersebut sah sepenuhnya menurut Islam, padahal substansinya tidak memenuhi ketentuan rahn.
BACA JUGA:Bahaya Pay Later Mengintai Warga Jawa Timur? OJK dan BI Beri Peringatan
BACA JUGA:OJK Pastikan Lonjakan Paylater Tak Berdampak Pada Penurunan Tabungan Perbankan
Alternatif Utang yang Lebih sesuai Syariat
SOLUSI UTANG dalam Islam lebih adil dan menenteramkan, mulai dari qard hasan hingga pembiayaan syariah tanpa riba.-freepik-
Islam menawarkan berbagai alternatif pembiayaan yang lebih selaras dengan nilai keadilan dan tolong-menolong. Salah satunya adalah pinjaman tanpa tambahan atau yang dikenal dengan qard hasan.
Dalam skema ini, pemberi pinjaman tidak mengambil keuntungan dari utang yang diberikan. Akad semacam ini lebih menekankan nilai solidaritas sosial dan keberkahan.
Jika diperlukan jaminan, Islam membolehkan penggunaan harta nyata yang jelas kepemilikannya. Contohnya adalah emas, kendaraan, atau aset lain yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dijadikan objek rahn secara sah.
Pilihan lain adalah memanfaatkan lembaga keuangan syariah yang menerapkan akad sesuai ketentuan Islam. Dengan demikian, umat Muslim dapat menghindari riba dan transaksi yang meragukan.
BACA JUGA:Panduan Lengkap Syarat Mengajukan Kredit Leasing Kendaraan untuk Pemula
BACA JUGA:Kredit untuk Yang Tidak Bankable
Secara prinsip, SK pegawai tidak memenuhi kriteria sebagai objek jaminan utang dalam hukum Islam. SK bukan harta bernilai yang dapat dijadikan rahn sebagaimana diatur dalam fikih muamalah.
Meski demikian, SK pegawai masih dapat dipandang sebagai bukti kemampuan bayar dalam konteks administratif. Posisi ini berbeda dengan menjadikannya sebagai jaminan syariah formal.
Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati sebelum mengambil utang dengan skema jaminan apa pun.
Memahami hukum muamalah menjadi langkah penting agar transaksi yang dilakukan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga membawa ketenangan dan keberkahan. (*)
BACA JUGA:Kredit Usaha Rp 50 Juta untuk Toko Kelontong
BACA JUGA:OJK Dorong Pertumbuhan Kredit di Jatim
*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya