Hadapi Makian dan Cacian dengan Hati

Hadapi Makian dan Cacian dengan Hati

PERLAHAN matahari mulai menunjukkan wajahnya. Suara bising ayam jago memaksa AKBP Teddy Chandra tersadar dari mimpi indahnya. Masih dalam posisi setengah sadar, ia menuju kamar mandi. Melaksanakan ritual rutin setiap hari. Yaitu mandi. Hari baru dimulai, tapi Teddy sudah bergegas.

Ia tidak butuh lama untuk menyelesaikan semua itu. Maklum, sejak awal dalam pendidikannya di Akademi Polisi (Akpol), tidak pernah diajarkan untuk lambat dan bertele-tele. Setelah melakukan semua itu, ia langsung mengenakan baju dinas kebanggaannya yang berwarna cokelat.

Lengkap dengan pernak-pernik lainnya yang melekat dalam baju itu. Juga, dua melati dengan garis tepi merah yang membuat ia makin terlihat berwibawa. Gagah juga tentunya. Hari itu mungkin menjadi salah satu hari yang melelahkan buatnya.

Sebab, pemerintah baru saja menerapkan aturan baru untuk menekan penularan Covid-19. Yakni, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Kebijakan itu hampir sama dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sebelumnya dilakukan.

AKBP Teddy Chandra
Kasatlantas AKBP Teddy Chandra saat bertugas di Bundaran Waru. (dok pribadi)

Semua jalan menuju Kota Pahlawan harus ditutup sementara. Dengan memasang water barrier di sepanjang ruas jalan. Terutama akses di Bundaran Waru. Itu adalah akses utama yang menghubungkan Surabaya dengan Kabupaten Sidoarjo serta lintasan warga Pasuruan dan Mojokerto.

Masyarakat yang kala itu ingin melintas dipaksa untuk putar balik. Wajar, banyak yang belum mengetahui kebijakan itu. Padahal, akses tersebut selama ini dijadikan jalan utama masuk Surabaya. Untuk banyak kepentingan, termasuk bekerja.

Teddy adalah kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polrestabes Surabaya. Perwira menengah itu bertugas di satuan tersebut sejak 2019.

Tentu dengan kebijakan itu, banyak masyarakat yang protes. Tak sedikit pengendara yang berdebat dengan timnya di lapangan. Atau bahkan dirinya. ”Ya, ada saja yang protes. Tapi, kita harus tetap sabar. Sebab, itu sudah tanggung jawab kita sebagai satlantas,” katanya saat dihubungi Harian Disway beberapa waktu lalu.

Karena penutupan itu, arus lalu lintas di Bundaran Waru menjadi sangat macet. Kondisi tersebut memang sudah diperkirakannya. Ia pun tidak butuh waktu lama untuk mengurai kemacetan itu. Tapi, tenaga ekstra ia keluarkan untuk itu. Walaupun, kegiatan tersebut dibantu satuan lain.

Warga yang paham jalur masuk Surabaya pun memutar rutenya. Beberapa jalan tikus menjadi sasaran mereka. Macet pun berpindah. Akses jembatan Karang Pilang dan Sepanjangtani menjadi macet.

Blokade pun ditambah. Jalur tikus pun akhirnya juga ditutup. Termasuk akses melalui Masjid Al-Akbar Surabaya (MAS). ”Tujuan utama adalah keselamatan masyarakat luas. Meminimalkan mobilitas masyarakat di dalam Kota Surabaya agar bisa menekan persebaran Covid-19,” jelasnya.

Kesabaran juga dibutuhkan sangat ekstra. Banyak warga yang kesal dan melampiaskan dengan kata-kata kotor. Banyak makian khas Surabaya yang terlontar. Suasana yang panas rawan menyulut emosi semuanya. Namun, Teddy sudah menyiapkan mental anggotanya. Jangan mudah terpancing amarah.

Baginya, melaksanakan tugas adalah kewajiban. Risiko apa pun akan dihadapi. Apalagi hanya cacian. ”Tentu kami tetap menjelaskan kepada mereka secara humanis. Kami sadar banyak warga yang merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah. Tapi, itu semua demi keselamatan kita bersama juga,” paparnya.

”Penutupan akses itu merupakan perintah langsung dari Presiden Joko Widodo. Lalu, diturunkan ke gubernur dan wali kota. Khususnya Surabaya. Aturan itu diberikan untuk membatasi mobilitas masyarakat sehingga dapat memutus mata rantai penularan Covid-19,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: