Serial Dimaz Muharri (6): Dua Kali Juara Libama Nasional
Dimaz Muharri punya andil mengantar STMIK-Mikroskil menjuarai Liga Basket Mahasiswa (Libama) Nasional 2005 dan 2006. Kehadiran tim basket kampus dari Medan itu mendongkel dominasi STIE Perbanas Jakarta.
---
STMIK-Mikroskil tertarik dengan Dimaz Muharri setelah melihat aksi pebasket kelahiran 17 September 1985 saat seleksi PON 2004. Godim –sapaan Dimaz oleh kakaknya– sempat bergabung dengan tim PON Sumut untuk berlaga di PON 2004 di Palembang. Ia dipanggil sebagai pemain klub Analisis.
Saat ikut seleksi PON sebenarnya Dimaz tidak percaya diri. Ia adalah pebasket dari kota kecil Binjai yang belum tahu banyak soal teknik latihan. Makanya ia bingung saat diminta mengikuti multi-stage fitness test. Di klub lamanya, stretching atau peregangan otot saja ia tak pernah tahu tekniknya. "Level saya rendah sekali saat itu, Tapi saya akhirnya lolos," kata Dimaz
Godim adalah tipe small forward yang langka. Kemampuannya adalah membongkar pertahanan lawan. Meski tes fitness-nya kurang memuaskan, tapi pelatih tertarik memasukkannya ke tim.
Sayangya, ia tak sampai berangkat ke Palembang. Ada satu masalah yang membuat seluruh pemain memutuskan mundur. Akhirnya, tim basket Sumut yang ke Palembang diwakili oleh klub Angsapura.
Saat bergabung dengan tim PON Sumut itulah, Dimaz mulai diincar oleh STMIK-Mikroskil. Ia ditawari oleh Danny Kosasih, yang saat ini menjadi Ketua Umum Perbasi. Danny Kosasih adalah arsitek tim bola basket STMIK-Mokroskil. "Coach Danny yang langsung mengajak saya," kata Godim.
Di STMIK-Mikroskil, Dimaz dimasukkan jurusan Sistem Informasi. Ia dan seluruh pemain basket yang tergabung, tinggal di sebuah asrama. Sebuah rumah berisi tiga kamar besar. Satu kamar ada yang berisi 6 orang, 7 orang, dan 10 orang dengan dipan bertingkat. Sebagai anak baru, Godim, kebagian kamar belakang yang berisi 10 orang.
Baru pada 2006, setelah juara Libama Nasional 2005, mess tersebut dibangun lagi. Kamarnya diperbanyak. Dimaz bisa sekamar berempat. Rekannya sekamar adalah Wijaya Saputra, Karno "Acong" Hasan, dan Riki Kurniawan. Nama terakhir adalah kapten tim.
KENANGAN Dimaz Muharri bersama ibunya di Binjai. Selasa (24/8/2021) tepat setahun meninggalnya ibunnda Dimaz. (Foto: Instagram @selvdi)
Basket ada nomor satu. Kuliah mungkin nomor 4. Setiap hari Dimaz dan timnya berlatih dua kali sehari. Pagi dan sore. Hanya Sabtu mereka 1 kali latihan. Dan latihannya, kata Dimaz, luar biasa keras. Pelatih Simon Wong menempa para pemain dengan disiplin dan keras. Maklum, tim STMIK-Mikroskil merupakan tim debutan di Libama Nasional 2015. Mereka naik kasta setelah menjuarai Libama Divisi I Nasional 2004 di Yogyakarta.
Boleh dibilang tim basket STMIK Mikroskil ini paling serius persiapannya. Semua pemain tinggal di mess dengan fasilitas makan tiga kali sehari. Mereka mendapat uang saku setiap bulannya. ''Dan seminggu sebelum kompetisi, tim melakukan training center. Bisa di kota tempat kompetisi atau di kota sekitar," kenang Dimaz.
Pertandingan perdana pada 14 Agustus 2005, STMIK-Mikroskil membuat kejutan dengan mempermalukan STIE Bhakti Pembangunan dengan skor akhir 106-77. Semua terkejut. Sebab, tim basket STIE Bhakti Pembangunan termasuk yang disegani di Libama Nasional. Punya Mario Gerungan yang merupakan guard yang dikenal sulit ditembus. Kini Mario menjadi guard andalan Aspac (kini Stapac).
STMIK-Mikroskil menerapkan strategi full-court press sepanjang pertandingan. Latihan keras para pemain memang dimaksudkan agar mereka memiliki fisik yang kuat. Sehingga saat bermain man-to-man mereka tidak boleh lelah. "Saat itu pokoknya anak Mikroskil napasnya gak ada habisnya," kata pebasket yang hari ini harus menghadiri sidang gugatan perdata oleh CLS Knights di PN Surabaya itu.
Strategi itu membuat semua lawan kedororan melawan STMIK-Mikroskil. Ke mana pun bergerak selalu dijaga pemain Mikroskil. "Dodo (Ronaldo Sitepu, Red) sampai bilang, mungkin kalau ia ke toilet juga bakal dijaga anak Mikroskil," kata Dimaz lantas tertawa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: