Sambil Menangis, Ibu Fattah Berkeluh Kesah

Sambil Menangis, Ibu Fattah Berkeluh Kesah

SUASANA haru menyelimuti Ruang Candra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Satiah, ibunda korban Zainal Fattah, beberapa kali meneteskan air mata ketika diminta menceritakan kondisi anaknyi setelah pengeroyokan itu terjadi. Sampai akhirnya Zainal mengembuskan napas terakhir.

Apalagi, saat jaksa penuntut umum (JPU) Sulfikar menunjukkan baju dan celana yang dipakai Zainal saat dikeroyok. ”Iya, benar, Pak. Itu baju dan celana anak saya,” katanyi Senin (30/8) sembari meneteskan air mata.

Saat kejadian, sebenarnya dia tidak mengetahui. Hanya, sekitar pukul 02.30, dia dibangunkan tetangganyi. Orang itu mengatakan bahwa anaknyi dipukuli orang. Secepat kilat dia langsung menuju lokasi kejadian yang diinfokan tetangga tersebut.

Sesampai di sana, Satiah tidak lagi menemukan sang buah hati. ”Ada saksi yang bertanya ke saya. Itu anakmu? Saya bilang tidak tahu. Saya harus lihat dulu. Takutnya bukan anak saya. Sayang, saat itu dia langsung dilarikan ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit, saya tidak nemukan anak saya,” kata warga Kalimas Baru tersebut.

Ketika itu, dia langsung pulang. Sesampai di rumah, wanita paruh baya itu melihat anaknya sudah tidur di teras rumah. Kondisinya babak belur. Temannya yang membawa Zainal pulang. Dia melihat anaknyi sudah lemas.

”Anak saya saat itu ngomong ke saya. Kalau dirinya tidak punya salah sama siapa-siapa. Saya cuma ingin meluruskan masalahnya. Saya ingin menanyakan kenapa teman saya dikeroyok. Tapi, kenapa kok mereka tega melakukan ini ke saya,” tambahnyi menirukan perkataan Fattah. Satiah pun kembali menangis.

Zainal saat itu mengeluh ke ibunya bahwa dirinya tidak kuat. Dadanya sesak. Kepalanya pusing. Satiah langsung memegang kepala anaknyi. Betapa kagetnya dia ketika merasakan bahwa di kepala anaknyi terdapat benjolan yang sangat besar.

”Saya bersumpah, Pak. Saat itu benjolannya sangat banyak. Juga ada beberapa luka. Ada di punggung, kaki, tangan, dan beberapa bagian tubuh lainnya. Ada juga bekas luka sabetan. Saya tidak tahu itu sabetan apa. Bibirnya juga bengkak,” ucapnyi.

Dia langsung menanyakan penyebab kejadian itu kepada Zainal. Saat itu mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (Stikosa AWS) lagi-lagi mengatakan bahwa dirinya ingin meluruskan masalah yang dialami temannya.

Belum saja masalah itu selesai, Zainal langsung dipukuli. Dari cerita anaknyi sebelum meninggal, ada enam orang yang memukuli dirinya. Namun, baru tiga orang yang ditangkap. Sisanya masih buron. Setelah itu, Zainal langsung dibawa ke rumah sakit.

”Saya tanyakan terkait sesak napas yang dialami anak saya. Waktu itu dokter bilang mungkin karena masih syok habis kejadian tersebut. Setelah itu, anak saya sekitar pukul 10.00 pulang dari rumah sakit,” ungkapnyi.

Keesokan harinya, anaknya kembali sesak. Sehingga harus dibawa kembali ke rumah sakit. Zainal kembali mengeluh tidak kuat bernapas. Perutnya sakit dan kepalanya juga sakit. ”Saya kembali membawa anak saya ke rumah sakit,” tambahnyi.

Zainal langsung dirujuk ke RS dr Soetomo. Di sana hanya dikasih obat. Tapi memang sudah mending. Lalu, Zainal pulang. Beberapa hari kemudian, anaknyi tiba-tiba kejang. Juga, ada darah yang keluar dari mulut dan hidung.

”Anak saya pendarahan. Tensi darahnya juga naik tiba-tiba. Padahal, sebelumnya normal. Saat kritis, tensi darahnya naik menjadi 180 per 100. Akhirnya nyawanya tidak lagi tertolong. Kata dokter waktu itu ada pembekuan darah,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: