Serial Dimaz Muharri (17): Takut Cedera, Tutup Tindik Kuping

Serial Dimaz Muharri (17): Takut Cedera, Tutup Tindik Kuping

Ada lubang di kuping Dimaz Muharri. Kanan dan kiri. Cukup lebar. Diameternya 15 mm. Saat bertanding sangat riskan. Bisa sobek bila kemasukan jari pemain lawan. Dimaz menutup lubang itu saat bermain.

---

ATAS izin Selvia Wetty, Dimaz Muharri menindik kupingnya. Di Jakarta. Kira-kira sepuluh tahun lalu. Itu bukan tindikan pertama. Tapi itu tindikan tambahan. Memperlebar lubang yang ada sebelumnya. Waktu itu hanya 8 milimeter. Dimaz ingin meniru tindikan vokalis Incubus Brandon Boyd.

Kuping yang sudah berlubang itu diberi ear gauges. Sehingga terlihat seperti cincin menempel di kuping. Rupanya Dimaz belum puas. Ia lebarkan lagi lubang itu. Di Jakarta lagi. Ada ahli melubangi telinga yang tidak terlalu sakit di sana. "Waktu itu saya perbesar jadi 15 milimeter," kata pemain basket yang biasa bermain sebagai point guard itu.

Lima tahun lamanya, Dimaz memakai ear gauges. Sayangnya, pada pertandingan resmi, ear gauges tidak boleh dipakai. Dianggap berbahaya. Intinya, saat bertanding dilarang memakai anting. Ear gauges meski tidak menggelantung seperti anting tetap dianggap sebagai anting.

Tapi, kata Dimaz, membiarkan kuping berlubang 15 mm saat bermain tentu sangat riskan. Dengan lubang sebesar itu, jari bisa masuk. Dan kalau itu terjadi, kuping Dimaz bisa robek. Membayangkan saja sudah mengerikan.

Lubang itu akhirnya ditutup tape yang biasanya ditempel di kaki atau bahu atlet yang cedera. "Jadi seperti plester nempel di kuping," ujar Dimaz.

Cara itu cukup efektif. Aman. Selama menjadi pemain basket belum pernah ada jari pemain lawan yang "bersilaturahmi" ke lubang kupingnya. Tidak ada insiden pada kuping Dimaz selama menjadi pemain profesional. "Kalau latihan saya pasang ear gauges-nya," kata Dimaz.

DIMAZ MUHARRI menutup tindiknya dengan tape untuk menghindari cedera. (Foto: NBL Indonesia)

Hanya saja pernah waktu kupingnya berdarah. Tapi bukan saat bertanding, melainkan saat latihan. Saat itu ring direndahkan untuk latihan nge-dunk. Rupanya, "anting" Dimaz sempat nyangkut di jaring. Tapi tidak sampai terlepas. "Tiba-tiba sakit. Ternyata kuping saya berdarah," kenangnya.

Dimaz mulai mencoba menindik kuping saat SMP.  Waktu itu, bersama seorang teman, menindik sendiri kuping menggunakan alat seadanya. Berhasil. Tapi tak lama berselang menutup lagi.

Setelah kuliah di Medan, Dimaz yang penasaran dengan tindik kuping, akhirnya medatangi sebuah toko emas yang ahli menindik kuping. "Di situ ditembak dengan alat khusus. Cepat sekali," kata Dimaz.

Lama-lama tindik itu mengecil dan menutup sendiri. Barulah pas sudah menjadi pemain profesional, ia mengulangi lagi proses tindik menindik tersebut. Mulai 8 mm hingga akhirnya 15 mm.  "Habisnya penasaran sejak lama sih," tuturnya.

Saat 2015, Dimaz mundur sebagai pemain CLS Knights dan menjadi pelatih di DBL Academy. Itu adalah sekolah basket untuk anak usia 7-15 tahun. Dimas tentu tidak ingin memberi contoh yang kurang baik bagi anak didiknya. Ia pilih ear gauges yang tidak ada lubangnya di tengah.

Barulah pada 2017, Dimaz melepas total dua ear gauges di kupingnya. Via, istrinya, juga mendukung Dimaz melepas anting. Itu tepat setelah anak Dimaz lahir. "Sudah punya anak, rasanya nggak pantas lah pakai tindik," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: