Negara Pemenjara
Ia pun sepakat dengan saya untuk menyebut negeri ini masih dalam tataran sebagai negara pemenjara. Belum menjadi negara yang menjamin tertib hukum dan sosial.
Ia lantas membandingkan dengan negara-negara di Eropa. Misalnya, Belanda, Jerman, Denmark, Finlandia, dan Swedia.
Di negeri itu, ruang lapas yang disediakan negara telah kosong. Bahkan, sempat beredar foto para sipir lapas tidur-tiduran di sel-sel yang melompong.
Ah, masak kita harus membandingkannya dengan negara yang sudah maju? Nah, kalau di negara maju bisa, mengapa kita tidak bisa? Tampaknya, itulah yang harus menjadi tekad kita bersama.
Banyak teori yang menyatakan bahwa hukum pidana badan akan menciptakan efek jera. Namun, ternyata di negara kita, hukuman badan belum mampu membuat orang kapok berbuat jahat.
Di situlah diperlukan mencari bentuk pidana alternatif selain pidana badan. Selain diperlukan untuk mengurangi membeludaknya penghuni penjara, juga agar efek jeranya tercapai.
Sudah saatnya dipikirkan menggunakan pengurangan hak-hak sebagai warga negara sebagai bentuk hukumnya. Bahkan, hak untuk memperoleh jaminan sosial.
Namun, untuk menjalankan itu, diperlukan sistem jaminan sosial yang sudah mapan. Dengan demikian, ada ketergantungan dari setiap warga negara terhadap hak tersebut.
Misalnya, penjahat yang berkali-kali melakukan kejahatan bisa kehilangan hak jaminan kesehatan. Atau kehilangan hak untuk memiliki NIK.
Kalau itu diberlakukan, pasti akan membuat orang berpikir ulang setiap melakukan kejahatan. Sebab, mereka akan makin kesulitan hidup karena terkurangi hak hidupnya.
Wamenkum HAM Edward Omar Sharif Hiariej juga berpikir penerapan restorative justice. Yakni, pendekatan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.
Tidak semua kasus harus berakhir ke pengadilan dan pidana badan. Kasus-kasus kecil bisa diarahkan untuk mendapat sanksi sosial. Termasuk kemungkinan hukuman kerja sosial.
Tentu pendekatan itu bukan tanpa cela. Memang ia bisa menjadi alat untuk mengatasi overload lapas. Namun, bisa memberi ruang black market of justice (pasar gelap peradilan) yang masih marak hingga sekarang.
Apa pun pendekatan yang akan digunakan, sudah saatnya kita lebih serius memikirkan reformasi sistem peradilan kita. Biar tragedi demi tragedi tak lagi terjadi.
Apalagi, mampu menghadirkan negara secara selayaknya. Yakni, sebagai penjaga tertib sosial, pendistribusi kesejahteraan, dan penjaga keadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: