Propaganda Upin-Ipin

Propaganda Upin-Ipin

INI adalah sebuah kisah tentang Kampung Durian Runtuh, sebuah desa bersahaja di Malaysia. Jauh dari ingar-bingar Kuala Lumpur yang metropolitan modern itu.

Di kampung itu, Upin dan Ipin tinggal bersama neneknya, Opah, dan kakaknya yang jelita, Kak Roos. Upin dan Ipin, murid Taman Didik Anak (Tadika) Mesra itu, punya kawan sepermainan yang asyik. Sebut saja, Mail, anak Melayu yang punya jiwa dagang kuat. Atau Mei Mei, anak Tionghoa yang masih memegang erat kebudayaannya. Juga Jarjit Singh, anak Punjab yang memakai turban di kepalanya. Lalu ada Ehsan, anak orang kaya, dan Fizi yang selalu mengikuti Ehsan ke mana-mana.

Eh, satu lagi: ada Susanti, anak pindahan dari Indonesia.

Warga kampung itu pun sangat beragam. Mayoritas memang orang Melayu. Misalnya, Tok Dalang atau Abang Saleh. Tetapi, suku-suku lain juga muncul. Ada Uncle Muthu, orang India yang punya kedai makanan dan minuman. Juga Paman Ah Tong, orang Tionghoa, yang pokoknya berdagang apa pun.

Warga Kampung Durian Runtuh juga suka bergotong royong, saling mengunjungi saat hari besar agama-agama lain, dan nasionalis. Berkali-kali mereka menunjukkan kebanggaan pada negara mereka, Malaysia. Bendera negara ada di pos ronda. Meskipun bendera ini pernah dikaburkan (blur) saat serial kartun itu tayang di salah satu televisi.

Asli. Kampung Durian Runtuh sangat Bhinneka Tunggal Ika. Sangat ’’pancasilais’’. Walaupun, kita semua tahu, film itu berlatar Malaysia. Yang tidak berasas Pancasila.

Nah, film itulah yang disebut oleh Ketua KPI Agung Suprio sebagai propaganda.

Ya. Propaganda. Yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai penerangan (paham, pendapat, dan sebagainya) yang benar atau salah yang dikembangkan dengan tujuan meyakinkan orang agar menganut suatu aliran, sikap, atau arah tindakan tertentu. Kamus juga memaknai propaganda sebagai reklame (dalam bahasa cakapan).

Kontroversi pun merebak. Sebab, kata propaganda memang lebih berkonotasi miring ketimbang positif. Propaganda mirip dengan kata hasutan yang dikemas dalam gelombang pesan-pesan tertentu. Propaganda sering bersembunyi dalam pesan untuk massa dan pada akhirnya menyelinap keluar lalu merasuki dan menyetir khalayak.

Propaganda menyerupai benang-benang tipis yang menyetir sebuah boneka yang dikendalikan oleh dalangnya.

Warganet banyak yang menyatakan dukungannya terhadap Upin-Ipin. Tim pembuat serial kartun itu, Les Copaque, sampai memberikan pernyataan resmi di akun media sosial mereka. Meski bernama pernyataan resmi, tapi wujudnya jauh dari siaran pers. Yang tampil adalah bocah-bocah penghuni Kampung Durian Runtuh dengan satu pesan kuat: ini bukan propaganda; ini adalah sebuah film dengan tujuan mulia.

Propaganda memang punya beberapa ranah. Stanley J. Baran dan Dennis K. Davis menyebut itu dalam bukunya, Mass Communication Theory; Foundations, Ferment, and Future. Ada propaganda white, black, dan grey.

Propaganda hitam sudah barang tentu banyak menyuarakan dan mengabarkan kebohongan secara strategis. Sebaliknya, propaganda putih adalah intentional suppression of potentially harmful information and ideas combined with deliberate promotion of positive information or ideas to distract attention from problematic events (halaman 75). Artinya, melalui propaganda putih ini, satu pihak sengaja menyebarkan informasi atau gagasan—yang sejatinya punya potensi bahaya—yang diracik dengan informasi atau gagasan positif sebagai pengalihan isu.

Nah, di tengah-tengah itu ada propaganda abu-abu. Yakni ketika informasi yang disebar tidak jelas kebenarannya, tetapi juga tidak ada upaya untuk memverifikasi kebenaran itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: