Muslimat Panjat Sosial
Harian Disway-MULANYA hanya sebuah postingan di media sosial. Sekelompok perempuan berkerudung dengan seragam Muslimat NU sedang foto bersama di depan Istana Buckingham di London. Mejeng keren.
Mereka tak hanya satu. Tapi berombongan.
Gambar itu diposting Susianah, anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kemudian, dibagikan Mediana Hafidz, tokoh Muslimat kelahiran Blitar. Putra seorang kiai pemilik pondok pesantren di Desa Jatinom.
Peristiwa itu terjadi pada 12 September 2021. Sebanyak 30 anggota Muslimat dengan seragam kebesarannya menyempatkan menjadi turis sehari keliling Kota London. Pemandangan asyik di ibu kota negara Inggris itu.
”Bergetar dada ini melihat bagaimana Muslimat NU kini mendunia. Memiliki pengurus cabang istimewa di luar negeri. Baik di Asia, Eropa, maupun Timur Tengah,” kata Susianah dengan nada bangga.
Postingan foto Muslimat NU di depan Istana Buckingham itu langsung mendapat banyak komentar. ”Padahal, yang terbayang masih rombongan naik truk, terus nggowo bontotan nasi bungkus,” komentar anggota Muslimat lainnya.
”Muslimat hebat. Masih belum kebayang ibu-ibu Muslimat London. Referensi saya, Muslimat itu cuma ibu-ibu ngaji Reboan dan Kamisan,” komentar lainnya. ”Dengan menenteng bungkusan isi kacang godok dan balsem.”
Muslimat adalah salah satu organisasi otonom di bawah Nahdlatul Ulama. Ia menjadi sayap organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia. Itu organisasi yang khusus mengurus dan membina ibu-ibu. Anggotanya jutaan orang.
Mereka dikenal sangat militan dan aktif menggelar kegiatan sampai di desa-desa. Mulai kegiatan pengajian sampai dengan pembacaan Yasin, salawatan, dan berbagai kegiatan sosial. Biasanya setiap kampung punya agenda rutin untuk itu.
Sedangkan untuk para perempuan mudanya, NU mewadahinya dalam organisasi otonom lainnya bernama Fatayat. Para remajanya diwadahi dalam Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU).
Militansi ibu-ibu NU itu sangat terlihat dalam kegiatan keagamaan. Tak jarang mereka berombongan hanya untuk sekadar menghadiri pengajian di tempat yang jauh. Mereka juga rela diangkut truk terbuka untuk mendatangi kegiatan di luar desanya.
Yang unik, mereka amat mandiri. Untuk biaya menghadiri kegiatan pengajian umum yang jauh dari rumah, ibu-ibu Muslimat itu membiayai diri sendiri. Dengan urunan maupun jimpitan. Di desa, mereka juga selalu gerak cepat membantu kalau salah seorang anggotanya kesusahan.
Komunitas sosial berbasis keagamaan itulah yang membuat bangsa ini agak kebal terhadap setiap krisis ekonomi. Sepanjang masih ada komunitas-komunitas seperti Muslimat NU tersebut, tak akan mungkin ada orang kelaparan di sekitarnya.
Itu sangat berbeda dengan negara maju yang komunalitasnya rendah. Goyah sedikit perekonomian negaranya, mereka akan sangat terasa. Apalagi, negara miskin yang tak memiliki jaringan sosial kuat di antara warganya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: