Banteng vs Celeng
Harian Disway - BANTENG identik dengan PDIP. Banteng sudah menjadi identitas dan trademark partai itu. Setiap kali orang melihat gambar banteng, asosiasinya langsung menyambung dengan PDIP.
Itu kalau mereka berbicara mengenai politik. Tapi, kalau berbicara mengenai minuman suplemen, gambar banteng identik dengan produk minuman suplemen, yang biasanya diminum konsumen kalangan menengah ke bawah.
Sebutan banteng disandang dengan gagah dan bangga oleh kader PDIP. Meskipun konotasinya liar dan suka serudak-seruduk, banteng dianggap sebagai simbol perlawanan. Logo banteng sudah melekat dengan partai nasionalis sejak masa awal kemerdekaan. Ketika itu Ir Soekarno mendirikan Partai Nasionalis Indonesia (PNI) dengan logo kepala banteng dalam bingkai segi tiga. Partai tersebut langsung menjadi pemenang Pemilu 1955 bersama partai Islam, Masyumi.
Pada era Orde Baru, PNI dipereteli dan demerger dengan partai nasionalis lain menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), logo banteng tetap menjadi identitas. Setelah Orde Baru bubar dan muncul era reformasi, PDI menjelma menjadi PDI Perjuangan dan tetap mempertahankan logo banteng. Bedanya, banteng PDIP berada di dalam lingkaran dan terlihat lebih gemuk jika dibandingkan dengan sebelumnya.
PDIP identik dengan partai perlawanan. Sebab, Ketua Umum Megawati Soekarnoputri berani melawan kekuatan Orde Baru di bawah Soeharto. Banteng-banteng dianggap sebagai simbol yang berani mendobrak kekuasaan otoritarian. Dan sekarang, ketika PDIP berbalik menjadi pertai penguasa, banteng-banteng menjadi pendukung utama yang selalu tangkas dan sering beringas menyeruduk lawan-lawan politiknya.
Sebaliknya, di kalangan para pendukung PDIP, ada sebutan celeng untuk menjuluki para kader yang membelot dan tidak taat terhadap garis partai. Para kader pembelot itu biasanya menjadi ”outcast” orang terusir yang dikeluarkan dari partai.
Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul, ketua badan pemenangan DPP PDIP, menyebut istilah celeng untuk menggambarkan kader-kader PDIP yang menentang kebijakan partai. Pacul menyebut celeng untuk menyindir kader PDIP yang mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar Pranowo untuk maju dalam Pilpres 2024.
Gerakan para celeng pendukung Ganjar itu makin hari bukan makin sepi, tapi malah makin ramai dan berani. Dukungan terhadap Ganjar melalui pembentukan sekretaris nasional (seknas) pusat di Jakarta menggelinding bak bola salju ke beberapa daerah di Indonesia.
Megawati mengancam para banteng itu akan dipecat dan dicelengkan kalau membelot. Ganjar sendiri sudah diancam langsung oleh Mega. Kalau sampai berani mendeklarasikan diri maju sebagai capres 2024, Ganjar akan langsung dicelengkan.
Ancaman dan gertakan itu tidak sepenuhnya mempan. Ganjar memang tiarap tidak melawan. Namun, dengan tiarap, tak berarti Ganjar diam tidak bergerak. Ganjar merangkak dalam tiarapnya. Ia terus berjalan, dan diam-diam berlari-lari kecil ketika tidak diawasi. Buktinya, elektabilitas dan popularitas Ganjar stabil di posisi tiga besar dalam setiap survei yang diadakan berbagai lembaga.
Beberapa survei terbaru menunjukkan posisi Ganjar masih bertahan dua digit bersama Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Sementara itu, Puan Maharani –putri mahkota yang digadang-gadang sang ibunda untuk maju pada Pilpres 2024– masih tetap macet di posisi bawah, dengan perolehan angka nol koma atau satu koma.
Berbagai cara dan upaya sudah dilakukan untuk mendongkrak dan mendorong Puan. Baliho-baliho sudah dipasang di seluruh Indonesia. Proteksi penuh sudah diberikan oleh partai dan ibunda. Ancaman keras sudah dilontarkan kepada kader yang berani membelot, tapi toh Puan tetap macet di papan bawah.
Bambang Pacul tetap yakin bahwa pada saatnya nanti Puan masih bisa didorong. Maklum, Pacul memang pendukung berat Puan. Tapi, bagi kader banteng yang lain, bahan baku Puan dianggap sulit untuk diolah menjadi paket yang layak jual. Karena itu, banyak kader banteng yang nekat menyebarang ke Ganjar dan berani mengambil risiko dicelengkan.
Munculnya celeng di kandang banteng bukan fenomena baru. Sudah banyak kader banteng yang membelot dan memilih menjadi celeng dan mendirikan partai baru. Eros Djarot adalah orang dekat Megawati yang menemaninya dalam perjuangan melawan Orde Baru. Belakangan, setelah PDIP lahir dan menjadi partai besar, Eros merasa kecewa terhadap partai. Eros pun mengundurkan diri pada 2002.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: