Bisnis Alkohol Thailand ’’Mabuk’’ Dihajar Pagebluk

Bisnis Alkohol Thailand ’’Mabuk’’ Dihajar Pagebluk

’’KAMI tak punya pilihan lain. Pendapatan sebesar 15-20 persen dari biasanya hanya cukup untuk membayar kru dan sewa tempat. Sudah. Itu saja.’’ Itulah gerutuan Niks Anuman-Rajadhon, pemilik bar Teens of Thailand, di kawasan Chinatown, Bangkok.

Bar itu harus beroperasi dengan kapasitas 60 persen pengunjung. Padahal, sebelum pandemi, tempat itu selalu penuh sesak disambangi anak-anak muda penggemar gin. Kini, Niks berjuang memikat pengunjung dengan mocktails yang disajikan dengan kratom, tanaman sejenis kopi yang daunnya bisa bikin ’’melayang’’.

Tetapi, ya itu. Pengunjung tetap sepi. Turisme dan hiburan malam di negeri itu dihajar oleh larangan minuman keras sejak tujuh bulan silam. Pemerintah tak ingin jumlah penularan Covid-19 yang sudah mencapai 1,7 juta jiwa terus meroket.

Bagi Thailand, sektor pariwisata punya peran penting. Dunia pariwisata menyumbang sekitar 20 persen pendapatan nasional sebelum pandemi.

Pagebluk membuat jumlah turis menyusut. Dari sekitar 40 juta tiap tahun menjadi hanya segelintir.

Yang dikeluhkan para pengelola bar tidak hanya pembatasan kunjungan. Tetapi juga larangan menjual alkohol. Kata Thanakorn Kuptajit, ketua Asosiasi Bisnis Minuman Beralkohol Thailand, nilai bisnis minuman itu drop hingga separonya. Kini, penjualan minuman keras ’’hanya’’ senilai USD 9 miliar (sekitar Rp 123 triliun).

Pekan lalu, PM Prayut Chan-O-Cha memberi angin harapan baru. Pemerintah berencana mencabut larangan minuman beralkohol pada Desember. (Doan Widhiandono)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: