PTM Boleh 62 Persen

PTM Boleh 62 Persen

SEJAK gelombang kedua pandemi Covid-19 mereda. Kegiatan-kegiatan sosial mulai dilonggarkan. Salah satunya, pembelajaran tatap muka (PTM) pun mulai dilaksanakan secara bertahap. Yakni, pada pertengahan Agustus lalu.

Saat itu kapasitas maksimal ruang kelas hanya boleh diisi 50 persen. Itu pun untuk daerah yang berhasil masuk PPKM level 1. Kini lebih dilonggarkan lagi menjadi 62 persen bagi semua daerah. Baik level 1, 2, maupun 3. Itu berdasar Instruksi Mendagri No 53 Tahun 2021.

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur Wahid Wahyudi pun menegaskan hal tersebut. Kebijakan kapasitas maksimal ruang kelas itu diserahkan sepenuhnya kepada setiap SMA/SMK/SLB. ”Asal tetap dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang disiplin, silakan saja,” ujarnya kemarin (27/10).

Namun, menurut Wahid, kebijakan tersebut harus disikapi dengan dinamis. Tidak terpaku pada aturan. Artinya, pendidikan saat ini sudah saatnya diselenggarakan secara adaptif. Mengikuti perubahan zaman.

Yakni, terus mengupayakan digitalisasi pendidikan. Kombinasi antara tatap muka dan pembelajaran daring. Dengan begitu, belajar bisa di mana saja. Tidak harus di sekolah. ”Jadi, pendidikan itu tidak hanya di sekolah. Bisa dan boleh di mana saja. Sekolah itu hanya tempat belajar,” jelasnya.

Menurutnya, pandemi Covid-19 mesti dijadikan momentum untuk kombinasi pembelajaran. Yakni, PTM dan pembelajaran daring. Apalagi, Jawa Timur sempat menjadi provinsi yang kali pertama memelopori PTM. Dengan demikian, para guru dan siswa sudah terbiasa dengan dua model pembelajaran tersebut.

”Jadi, pola pikir kita tentang pendidikan sekarang harus diubah. Anak-anak tidak perlu lagi berangkat sekolah hanya untuk belajar,” ungkap Wahid.

Toh, itu bisa jauh lebih aman. Wali murid maupun siswa juga bisa lebih menghemat biaya. Sebab, tak perlu lagi ke sekolah.

Siswi SMA Negeri 5 Surabaya mencuci tangan sebelum mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Agustus lalu. (Foto: Eko Suswantoro)

Sementara itu, anggota Dewan Pendidikan Jatim M. Isa Ansori berpendapat serupa. Namun, ia juga mengapresiasi setiap sekolah yang masih menerapkan kapasitas 50 persen. Sebab, itu bagian dari sikap kehati-hatian.

”Nah berdasarkan itu, saya kira dinas pendidikan juga perlu melakukan penyesuaian kebijakan tanpa harus meninggalkan prokes,” jelasnya.

Menurutnya, pendidikan dan pandemi bukanlah hal yang kontradiktif. Pendidikan harus terus berlangsung dalam situasi apa pun. Harus siap dengan pola pendidikan yang baru.

Selain itu, Isa mendorong digitalisasi pendidikan. Menurutnya, pendidikan dengan pola lama bakal tidak adaptif lagi. Sebab, perpaduan PTM dan daring bakal saling melengkapi dan komplementer.

Bahkan, mungkin saja pendidikan di masa depan didominasi daring. Tatap muka masih diperlukan. Bisa diterapkan satu dua kali dalam seminggu.

Yakni, hanya untuk keperluan pendukung. Misalnya, berkonsultasi dengan para guru untuk tugas-tugas khusus. Atau memfasilitasi diskusi bersama. Selain itu, orang tua pun punya porsi yang sama untuk mendidik anaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: