Abaikan UU Konsumen demi UU ITE

Abaikan UU Konsumen demi UU ITE

TETESAN air tanpa terasa mengalir dari mata terdakwa Stella Monika usai persidangan. Di persidangan itu, dia ditemani kedua orangtuanyi. Agenda sidang itu pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa. Dia dijerat dengan undang-undang (UU) Unformasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Lantaran, dia mengunggah kekecewaannya saat melakukan perawatan di klinik kecantikan Lviors Beauty. Rupanya, pengelola klinik itu tidak terima. Sehingga, remaja perempuan itu dilaporkan ke polisi. Kini menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Dalam pledoi yang diberikan terdakwa, Stella menceritakan awal mula perkaranya. Saat itu, dirinyi hanya membagikan curahan hati (curhat) kepada seorang dokter. Dia membagikan hasil diskusi itu di akun instagram pribadi miliknya.

Dokter itu mengkhawatirkan kondisi kesehatan wajah Stella usai perawatan di salah satu klinik kecantikan di Kota Surabaya. Sebelum membagikan postingan itu di sosial medianya, Stella mengaku sudah memberikan komplain terkait iritasi yang terjadi pada kulitnya.

Sayang, protes itu tidak mendapat tanggapan yang baik dari klinik tersebut. Stella juga mencoba menghubungi dokter di klinik tersebut. Tapi dirinyi mengalami kendala.

"Saya sudah ada sekitar lima sampai enam kali komplain. Baik secara langsung maupun telepon. Respons yang saya dapatkan adalah dokternya malah marah ke saya," kata Stella, di ruang sidang Kartika 1, beberapa waktu lalu.

Respon tidak ada, muka Stella makin hancur. Jerawatnya semakin parah. Dia akhirnya memutuskan berhenti melakukan perawatan di klinik itu. Dia langsung pindah klinik dan dokter yang baru untuk periksa kondisi mukanya saat itu.

"Kondisi wajah saya sudah menyerupai monster buruk rupa," katanyi lagi.

Diskusi dengan dokter itu lah yang di-upload ke sosmednyi. Berjalannya waktu, dia justru mendapat somasi dari klinik Lviors Beauty. Dalam somasi itu, klinik tersebut meminta Stella memasang iklan di tiga surat kabar.

Iklan itu berisikan permintaan maaf kepada klinik Lviors Beauty. Tapi, biaya pemasangan iklannya sangat mahal.

"Muka saya hancur total sampai saya menangis melihat muka saya sendiri. Kondisi itu sangat berpengaruh ke psikis saya. Saya harus keluar uang hampir Rp 800 juta untuk permintaan maaf di tiga media yang diminta oleh klinik itu," ucapnya.

Stella keberatan untuk memenuhi permintaan klinik tersebut. Kasusnya ini kemudian dilaporkan klinik itu ke Polda Jatim. Hingga dia menjadi tersangka, menjalani persidangan sebagai terdakwa hingga terancam satu tahun penjara dengan denda Rp 10 juta.

Karena kasus ini, Stella juga mengaku tidak bisa bekerja di perusahaan. Karena kendala SKCK di kepolisian. Padahal dia adalah anak pertama dan harus membantu perekonomian keluarganya.

"Bayangkan saja betapa kecewanya orang tua saya serta keluarga besar saya melihat saya yang dipidanakan seperti ini," ujar dia. Dia berharap majelis hakim bisa mempertimbangkan pembelaan yang dirinyi sampaikan sebagai seorang konsumen yang malah dibungkam dengan UU ITE.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: