Putusan Onslag karena Jaksa Gagal Buktikan Dakwaan

Putusan Onslag karena Jaksa Gagal Buktikan Dakwaan

PAKAR hukum pidana asal Universitas Airlangga I Wayan Titip Sulaksana menilai, putusan onslag (onslag van recht vervolging) adalah bukti jaksa gagal membuktikan dakwaan. Salah satunya terlihat dalam putusan terdakwa Venansius Niek Widodo oleh majelis hakim Ni Made Purnami. Dalam kasus penipuan tambang nikel di Sulawesi Tengah.

”Kepentingan korban dalam hal ini diwakilkan jaksa. Sehingga, menurut saya, dalam kasus ini ada keterlibatan jaksanya. Jadi, kerjanya jaksa seperti apa. Kok bisa lolos begitu,” katanya saat dihubungi Harian Disway melalui telepon Minggu (14/11).

Disinggung soal keterlibatan oknum hakim dalam kasus itu, ia merasa pembuktiannya sangat sulit. Kecuali, ada tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Ini kan jaksa dan polisi tidak ngotot,” tegasnya.

Hal itu diperkuat karena sampai saat ini terdakwa tidak pernah ditahan. Apalagi, melihat ada beberapa kasus serupa yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. ”Kalau orang biasa saja kena pasal 378 KUHP, pasti langsung ditahan. Kenapa ini tidak? Dari situ saja sudah kelihatan toh,” tambahnya.

Pun termasuk saat di pengadilan. Hakim tidak ada memberikan penetapan apa pun. Ia akhirnya mempertanyakan kenapa Venansius mendapatkan fasilitas tersebut. ”Seandainya ada kasus penipuan untuk menjanjikan masuk Polri, misalnya. Di penyidikan saja pasti langsung ditahan,” tegasnya.

Venansius bukan sekali itu saja terjerat pidana dengan kasus yang sama. Ia adalah residivis kasus penipuan tambang nikel di Sulawesi Tenggara. Setidaknya, di Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) PN Surabaya, ada enam kasus atas nama Venansius Niek Widodo.

Empat di antaranya adalah kasus pidana. Sisanya kasus perdata. Semuanya bersangkut paut dengan tambang nikel. Kasus pidana yang masih masuk proses persidangan ada dua. JPU masing-masing adalah R. Harwiadi dan Darwis dari Kejari Surabaya.

Sementara itu, satu pidana penipuan dengan terdakwa Venansius sudah divonis pada 2019. Saat itu ia diputus lima bulan penjara. JPU dalam kasus tersebut ialah Deddy Arisandi, R. Harwiadi, dan Darwis.

Mengetahui banyaknya kasus Venansius di PN Surabaya, Titip Sulaksana pun tidak lagi kaget terkait putusan tersebut. Sebab, Venansius dinilai sudah langganan. Mulai kepolisian, jaksa, hingga hakim. ”Gak heran. Karena ia sudah kenal semua. Coba kalau pertama. Pasti sudah masuk,” bebernya.

Menurut Titip Sulaksana, dalam kasus penipuan dan penggelapan, memiliki dua alat bukti saja seharusnya sudah langsung dilakukan penahanan. ”Ini kan kasusnya banyak. Kenapa tidak ditahan,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku tidak kaget dengan vonis onslag itu. Dakwaan tersebut diberikan JPU Sulfikar. Boyamin menegaskan bahwa JPU harus bekerja keras untuk membuktikan dakwaannya.

Yaitu, terdakwa memang bersalah dengan alat bukti yang menurut Boyamin sudah cukup. ”Tapi, kalau hakim berkata lain dalam putusannya, saya ya menghormati,” ujar Boyamin.

Boyamin juga mendorong JPU agar melakukan upaya hukum kasasi. Sebab, kalau tidak, itu menyalahi standard operating procedure dan melanggar etik. ”Tapi, saya yakin jaksa akan kasasi,” tambahnya.

Terkait dugaan adanya faktor nonteknis atas vonis lepas Venensius, Boyamin sudah mendapat banyak informasi sejak awal dan memang perkara itu layak untuk dikawal. ”Makanya, aku memberikan atensi pada perkara ini. Caranya bagaimana, itu sifatnya rahasia,” ujarnya. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: