Eksekusi Tanah Bangunan, Dua Bersaudara Debat

Eksekusi Tanah Bangunan,  Dua Bersaudara Debat

KAMU durhaka. Karena kamu, orang tua kita meninggal,” kata Ong Hengky Ongkywijoyo kepada Alex Ongkywijoyo, kakaknya, saat eksekusi tanah beserta bangunannya di Jalan Serayu No 1, Surabaya, Rabu (24/11). Luas tanah itu 500 meter persegi.

Hari itu Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengeksekusi dua tanah. Satunya di Jalan Diponegoro No 117. Luas tanahnya 686 meter persegi. Kedua tanah itu milik orang tua Hengky. Selama ini dua objek tanah tersebut ditempati kedua saudara kandung Hengky.

Tanah di Jalan Diponegoro sejak 1987 ditempati Gunawan Ongkywijoyo. Rumah di Jalan Serayu ditempati Alex selama 25 tahun terakhir. Sebenarnya, mereka sembilan bersaudara. Hengky adalah anak bungsu. Namun, kedua saudara mereka berniat menguasai aset tersebut.

Karena itu, sebelum ayah mereka meninggal pada Oktober 2021, kedua rumah itu harus dijual. Hasilnya sepenuhnya diberikan kepada kedua orang tua. Sebab, dua aset itu adalah murni milik kedua orang tua Hengky dan saudaranya.

”Uangnya mau dipakai orang tua. Kan mereka sudah tua. Sudah waktunya menikmati keringat mereka. Dipakai untuk kebutuhan mereka sendiri,” tambahnya.

Tapi, dua saudaranya itu tidak mau keluar. Sampai akhirnya ada gugatan perdata yang dilayangkan Hengky pada April 2020. Nomor gugatannya 400/Pdt.G/2020/PN Sby. Majelis hakim saat itu mengabulkan sebagian gugatan.

Gugatan Hengky yang dipenuhi majelis hakim adalah tergugat satu dan tergugat tiga segera mengosongkan secara sukarela rumah yang ditempati selama ini. Dilakukan tanpa beban apa pun. Sejak putusan gugatan a quo berkekuatan hukum tetap.

Dua rumah itulah yang dieksekusi kemarin. Majelis hakim juga menghukum Alex dan Gunawan agar membayar ganti rugi materiil kepada Hengky atas harga pasar dua objek tanah dan bangunan itu. Totalnya, Rp 55 miliar dikali 25 persen hak atau bagian penggugat. Dengan demikian, didapatkan angka Rp 13,7 miliar.

Sebelum gugatan perdata itu dilakukan, Hengky mengungkapkan, sudah ada upaya kekeluargaan. Sayang, dua kakak kandungnya itu memang berniat jahat.

Ingin mengambil dua rumah itu. ”Awalnya, kakak saya, yaitu anak nomor tujuh, yang menempati rumah ini (Jalan Serayu). Tapi, malah diusir. Sebelumnya, ia juga tinggal di rumah yang di Diponegoro. Diusir juga. Akhirnya, sekarang ia ngontrak,” bebernya.

Rumah itu dibeli untuk tempat tinggal orang tuanya. Pun pembeliannya saat mereka masih kecil. Tapi, dua aset tersebut diatasnamakan anak-anaknya. Ternyata, ketika mereka besar, rumah itu malah menjadi sumber keributan.

Saat eksekusi, beberapa kali sering terjadi adu mulut antar Hengky dan Alex. Termasuk saat gerbang akan ditutup, Alex tidak mau keluar. Namun, karena Hengky memaksa dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap, akhirnya Alex keluar.

Boks surat yang digantung di pagar juga sempat menjadi perdebatan. Sebab, Alex tidak menginginkan boks surat warna oranye itu ditutup dengan seng. Perdebatan pun kembali pecah. Namun, saat ingin dikonfirmasi, Alex menolak untuk berkomentar terkait eksekusi tersebut. ”Nanti saja,” kata Alex.

Pun, hingga 2004, kedua orang tua mereka hanya dirawat Hengky. Kemarahannya menjadi-jadi ketika papa dan mamanya sakit, kedua kakaknya itu tidak sedikit pun membantu. ”Papa saya baru meninggal. Mama saya sekarang sakit stroke. Mereka tidak ada bantu sedikit pun,” paparnya. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: