Kasus Buah Zakar Ternyata Unik

Kasus Buah Zakar Ternyata Unik

Kasus ”buah zakar dicoreti spidol” dihidupkan lagi olrh Komnas HAM Senin (29/11). Padahal, kasus pelecehan seks antar pegawai KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) itu sudah membeku tiga bulan. Sejak 1 September 2021. Gak jelas.

------------

Ada bintang yang ditampilkan Komnas HAM di kasus ini: Zoya Amirin. Psikolog seks yang cantik itu. Zoya sebagai saksi ahli Komnas HAM. Tampil di temu wartawan di kantor Komnas HAM Senin (29/11).

Zoya kepada wartawan, mengatakan, berdasar analisisnyi, memang ada pelecehan seksual parah, antar pegawai KPI.

Zoya: ”Ini jadi ironis. Ada double standard. Pegawai KPI yang mestinya bermoral bagus, karena mereka pengawas moral di tayangan-tayangan televisi, tapi di kantor mereka sendiri tidak ada moral."

Dilanjut: ”Karena, para terduga pelaku adalah orang yang incharge di visual. Jadi, mereka yang nge-cut, nge-make sure apa batasan-batasan moral tayangan televisi. Mana yang lazim, enggak lazim, pantas, enggak pantas. Itu kan mereka yang cut. Kenyataannya mereka begini.”

Kasus itu heboh dan diperiksa polisi 1 September 2021. Setelah itu sepi. Kasusnya membeku. Polisi tidak menyatakan ”ada pelanggaran hukum”. Juga, tidak menyatakan ”tidak ada pelanggaran hukum”. Pokoknya, diam.

Konstruksi kasus: Pegawai pria KPI divisi visual data, inisial MS, mengaku sudah sejak 2012 hingga ia ungkap akhir Agustus 2021, ia dilecehkan secara seksual oleh tujuh teman kerjanya. Sesama pria.

Waktu itu (akhir Agustus 2021) MS mengaku, ia sudah lapor atasan (bertahun-tahun lalu), lapor polisi (2017 dan 2019), lapor Komnas HAM (2019), terakhir, membuat surat terbuka kepada Presiden Jokowi (akhir Agustus 2021). Tapi, tidak ada tanggapan.

Maka, MS menyebarkan materi kasusnya melalui WhatsApp. Yang kemudian beredar luas di medsos. Disebar oleh orang-orang yang menerima sebaran. Viral.

Di suratnya kepada Presiden Jokowi itu, MS menyebutkan detail kasusnya. Ia dilecehkan seksual sejak 2012 hingga akhir Agustus 2021. MS pria beristri, beranak satu.

Ia dilecehkan begitu lama, tidak resign juga dari KPI, katanya, karena dua hal.

Pertama, ia korban. Mengapa korban yang harus mengalah dan resign? Bukankah seharusnya pelaku yang dikeluarkan atasan di KPI? Mengapa terbalik?

Kedua, ia bekerja menanggung nafkah keluarga: Istri, seorang anak, dan ibunda MS yang sudah tua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: