Spesial Hari Ibu: Wiwik Hadi, Andalkan Resep Bakcang Peneleh Warisan Bunda

Spesial Hari Ibu: Wiwik Hadi, Andalkan Resep Bakcang Peneleh Warisan Bunda

PAGAR rumah di Jalan Peneleh nomor 92 dibiarkan terbuka. ’’Siapa saja yang ingin membeli bakcang dipersilahkan masuk.’’ Begitulah bunyi tulisan yang tertempel di dekat pagar. Kami mengucap salam di depan pintu rumah kuno itu. Tak ada yang menjawab. Seorang lelaki datang menghampiri. ’’Masuk saja sampai ke belakang. Orangnya sedang masak,’’ ujarnya.

Di ruang tamu, ada meja altar dengan berbagai foto hitam putih di atasnya. Mangkuk dupanya sudah penuh abu. Belasan hio yang sudah terbakar masih tertancap. Kami masuk melalui lorong gelap yang diapit kamar berukuran besar. Semua pintunya tertutup.

Wiwik Hadi, pemilik Bakcang Peneleh yang berdiri sejak 1979 itu, sedang nonton televisi. Sambil menunggui bakcang yang masih direbus. Butuh waktu enam jam agar ketan dengan isian daging babi kecap itu matang.

Kami sudah pernah datang sekali. Saat itu Wiwik ditemani sang ibu, Tio Kung Giok atau Kumala Sari. Sudah sebulan ini, Kumala tidak bisa menemani di dapur produksi. Dia harus menetap di rumah lain. Tak jauh dari Peneleh. ’’Sama dokter diminta istirahat setelah operasi katarak,’’ tutur Wiwik, sambil mempersilahkan kami duduk.

Praktis, kini Wiwik harus berjuang seorang diri. Kalau ada sang ibu, dia bisa membagi tugas. Kini semua proses produksi hingga pemasaran ditangani sendirian. Mulai dari merendam daun bambu, membersihkannya dengan sikat, memasak daging untuk isian, membungkus bakcang, hingga merebus. Lalu, bakcang diikat dengan tali rafia dan diangin-anginkan selama seharian.

Setiap hari dia bisa membuat 200 bakcang. Sebelum pandemi, produksinya bisa mencapai 300 ikat. Rata-rata harganya mencapai Rp 30-35 ribu per ikat.

Wiwik melihat sosok sang ibu sebagai perempuan tangguh. Usia Kumala sudah 70 tahun. Tapi dia tetap ingin bekerja. Sosok Kumala di mata Wiwik semakin istimewa setelah sang ayah meninggal 10 tahun lalu. Wiwik merasa beruntung mewarisi resep rahasia dari sang ibu. Berkat nama besar Bakcang Peneleh, dia bisa meneruskan usaha yang sudah memiliki pelanggan setia di berbagai pelosok Nusantara itu.

Selain ahli bakcang, Kumala juga jago memasak wedang ronde untuk merayakan festival Dongzhi. Kebetulan perayaan itu berbarengan dengan hari ibu 22 Desember, hari ini. Minuman hangat itu biasanya dibagikan ke saudara-saudara yang ada di Surabaya. Namun, tahun ini, nampaknya tidak akan sama dengan sebelumnya.

’’Sepertinya nanti kita beli. Enggak bisa masak sendiri, karena ibu belum pulih. Semoga tahun depan bisa sama-sama lagi,’’ harap dia. (Retna Christa-Salman Muhiddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: