IDAI Khawatir PTM 100 Persen

IDAI Khawatir PTM 100 Persen

PEMKOT Surabaya berencana membuka pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen. Hal itu pernah diungkapkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat peresmian kantor Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya bulan lalu. Alasannya, Surabaya bakal menjadi pilot project PTM 100 persen.

Bahkan, pada 23 Desember pemerintah pusat juga sudah mengeluarkan surat keputusan bersama (SKB) empat menteri. Dalam aturan itu, sekolah dibolehkan melaksanakan PTM 100 persen. Namun, ada syarat yang harus dipenuhi.

Namun, usulan PTM itu masih mengkhawatirkan. Apalagi di tengah masuknya varian baru Omicron. ”Memang Omicron tidak terlalu mematikan. Tapi, bukan berarti varian Delta sudah hilang,” ungkap ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Jatim Sjamsul Arief.

Selain itu, masih banyak pelajar yang belum divaksin. Terutama siswa berusia di bawah 12 tahun. Surabaya memang sudah mulai menyuntikan vaksin pada anak. Tapi, masih proses.

Sjamsul minta agar penyuntikan vaksin pada anak dipercepat. Menurutnya, vaksin Sinovac cukup bagus. Sebab, Sinovac dibuat dari virus yang dilemahkan. Dengan demikian, varian baru SarsCov-2 bisa ditangkal.

Ada perbedaan antara usia anak dan orang dewasa saat terpapar Covid-19. Menurut Sjamsul, anak-anak jarang bergejala saat terpapar. Namun, mereka rentan menjadi perantara virus untuk disebarkan ke orang dewasa. ”Istilahnya seperti orang tanpa gejala (OTG). Takutnya bisa menulari orang dewasa yang ada di rumah,” ujarnya.

Selain itu, Sjamsul mempertanyakan mekanisme PTM 100 persen. Apakah hanya kapasitas kelas atau jam belajar seluruhnya kembali seperti sebelum ada pandemi. Baginya, yang terpenting ialah sekolah bisa menjaga protokol kesehatan (prokes). Apalagi, anak usia di bawah 12 tahun lebih susah diatur.

"Ingat, ya. Suasananya masih pandemi. Belum endemi," lanjutnya.

Sekolah wajib mengatur jarak tempat duduk siswa. Juga, sirkulasi udara di kelas. Selain itu, sekolah harus bisa memantau siswa dalam menerapkan prokes. Jangan sampai hal yang remeh justru membuat petaka bagi keluarga murid di rumah.

Sjamsul juga mengingatkan, meski anak sudah divaksin, potensi penularan masih ada. Karena itu, anak jangan sampai ceroboh dalam menaati prokes. "Untuk siswa usia 6 sampai 11 tahun kami rekomendasikan untuk hybrid dulu. Sedangkan di atas 12 tahun boleh 100 persen asalkan tidak ada peningkatan kasus," katanya.

Beberapa sekolah sudah siap jika PTM 100 persen dibuka. Namun, mereka belum berani melaksanakan SKB empat menteri. "Sebab, pemkot belum mengeluarkan regulasi tertulis mengenai PTM 100 persen," kata Koordinator Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Swasta Erwin Darmogo.

Erwin menjelaskan, kemungkinan mekanisme yang dipakai adalah pembagian sif pembelajaran. Siswa akan masuk pagi dan siang. Sebab, jarak tempat duduk harus diatur meski murid masuk 100 persen.

Sekolah tidak mau ambil risiko. Apalagi jika suatu saat terjadi kluster sekolah. Maklum, saat PTM dilaksanakan, masih terjadi perdebatan antara pemerintah dan epidemiolog.

Yang jelas, sekolah harus kerja ekstra untuk mencegah penularan Covid-19 saat PTM 100 persen berlangsung. Apalagi untuk jenjang SD. Sebab, anak usia di bawah 12 tahun dianggap sulit menerapkan prokes.

Siswa SDN Kaliasin 1 Surabaya saat mengikuti vaksinasi anak di halaman SDN Kaliasin 1 Surabaya (15/12). (Rizal Hanafi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: