Ferdinand
Harian Disway - TAGAR ”Tangkap Ferdinand” menjadi trending topic beberapa hari terakhir. Itu gegara cuitan aktivis medsos Ferdinand Hutahaean ”Allahmu lemah”. Tidak pakai lama, kecaman mengalir menggelombang kepada Ferdinand dan beberapa orang langsung melaporkannya ke polisi.
Perfect timing. Waktu yang sangat tepat untuk melampiaskan masygul. Penangkapan Habib Bahar Smith (HBS) oleh polisi sehari sebelumnya membawa hawa panas yang membuat banyak kelompok melakukan protes terbuka.
Perlakuan polisi yang bertindak cepat terhadap HBS dipertanyakan karena tidak sama dengan perlakuan terhadap dua pegiat media sosial Denny Siregar dan Permadi Arya alias Abu Janda, yang sama-sama dilaporkan ke polisi atas dugaan penghinaan agama.
Laporan itu sudah mengeram lama di kepolisian, tapi belum ada tindakan lanjutan yang konkret. Kali ini Ferdinand Hutahaean dianggap melakukan hal yang sama, pernyataannya dianggap menyinggung umat Islam dan polisi diminta untuk segera bertindak.
Publik akan melihat apakah polisi bakal memakai gercep (gerak cepat) seperti jurus yang dilakukan terhadap HBS, atau pakai jurus bangau, satu kaki, seperti yang terjadi terhadap pelaporan Denny dan Abu Janda.
Penyakit tangan gatal rupanya menjangkiti Ferdinand. Tidak ada hujan dan tidak ada angin, Ferdinand membuat cuitan yang memantik kontroversi. ”Kasihan sekali Allahmu lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya. Dialah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela”. Begitu cuitan Ferdinand.
Ia menghapus cuitan itu Rabu (5/1), tapi tangkapan layarnya sudah beredar luas di media sosial dan grup percakapan WhatsApp. Ferdinand pun membuat klarifikasi untuk menjelaskan cuitannya. Dalam video dua menit yang beredar (6/1), Ferdinand menyatakan bahwa tulisan itu tidak bermaksud menyerang suatu kelompok agama.
Ferdinand mengatakan, cuitan itu adalah hasil dialog imajiner yang hanya ada di dalam hati dan pikirannya. Dalam dialog imajiner tersebut, Ferdinand mendengar suara ”Hai Ferdinand, kau akan habis tidak ada yang bisa menjagamu, Allah melemah. Tetapi, kemudian hati Ferdinand menyahut , Hey kau tidak, Ya Allah kuat, jadi jangan samakan Allahku dengan Allahmu.”
Dari hasil dialog imajiner itulah kemudian Ferdinand menuangkannya dalam cuitan. Ia merasa ada orang-orang yang sengaja memelintir cuitannya. Ia mengecam orang-orang yang kerap memakai terminologi ”tabayun” alias klarifikasi, tetapi justru tidak mempraktikkannya.
Cuitan imajiner itu diakui Feredinand muncul karena ia sedang banyak beban pikiran. Ferdinand juga sudah meminta maaf kepada orang-orang yang merasa dirugikan karena cuitan itu. Namun, reaksi tajam tetap bermunculan dari beberapa kalangan.
Kritik terhadap Ferdinand muncul dari GAMKI (Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia) dan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), dan dari beberapa kalangan agama, termasuk NU (Nahdlatul Ulama).
Kontroversi ”Tuhan Tidak Perlu Dibela” sudah pernah muncul puluhan tahun yang lalu, dipicu oleh artikel almarhum Gus Dur dengan judul yang sama. Polemik meluas menjadi perdebatan nasional. Gus Dur yang selalu kontroversial mendapat kecaman dari banyak pihak. Namun, Gus Dur bergeming dengan pendapatnya.
Gus Dur mengungkapkan pemikirannya tentang pengetahuan, pemikiran, dan gerakan oleh sejumlah komunitas muslim yang pada saat itu dianggapnya menunjukkan sikap sektarianisme yang berwujud dalam bentuk diskriminasi atau kebencian, yang muncul akibat perbedaan denominasi agama atau fraksi politik.
Pandangan-pandangan Gus Dur selalu dianggap nyeleneh dan menentang arus pada zamannya. Kontroversi ”Tuhan Tidak Perlu Dibela” melibatkan banyak orang yang pro dan kontra. KH Mustofa Bisri alias Gus Mus, sahabat Gus Dur semasa belajar di Timur Tengah, sampai turun tangan menjadi ”juru bicara” untuk menjelaskan pemikiran Gus Dur.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: