Hidup Tolong Gelandangan, Tewas di Tangan Gelandangan
Michelle Alyssa Go terbunuh pada Sabtu (15/1). Seorang gelandangan di stasiun kereta bawah tanah Times Square, New York, mendorong perempuan itu ke rel. Tubuh Michelle lantas terlindas kereta yang baru datang. Tragis. Juga ironis.
SELASA (18/1), keharuan menyeruak di Times Square. Warga menyalakan lilin. Juga berdoa bersama. Mengheningkan cipta. Mereka terdiam saat Wali Kota New York Eric Adams berpidato. Gambar wajah Michelle terpajang pada videotron yang berpendar di belakang wali kota berkulit hitam tersebut.
Wajah itu tersenyum. Tetapi tidak dengan ratusan orang yang memadati kawasan sibuk itu.
Warga memang begitu berduka. Sebab, kematian Michelle begitu tragis. Bukan hanya lantaran dia tiba-tiba didorong ke jalur kereta. Tetapi, kematian itu sungguh sebuah ironi.
Betapa tidak. Bertahun-tahun Michelle membaktikan hidupnya di dunia sosial. Perempuan 40 tahun menolong kaum tunawisma. Tentu tak ada yang menyangka bahwa hidup Michelle justru berakhir di tangan gelandangan. Kaum yang selama ini ditolongnya.
Rekaman CCTV menunjukkan kejadian tragis tersebut. Tatlaka Michelle beringsut saat didekati oleh Simon Martial, lelaki 61 tahun yang punya sejarah gangguan kejiwaan tersebut. Tetapi, Simon terus beraksi. Tubuh Michelle digilas kereta yang akan berhenti di stasiun tersebut. Kereta yang sejatinya akan dinaiki Michelle.
Simon lantas lari. Tetapi, ia akhirnya menyerahkan diri ke polisi.
Kematian Michelle itu membangkitkan simpati warga Asia dan Kepulauan Pasifik di Amerika. Mereka resah. Merasa sebagai target kebencian yang memang terus meningkat. Terlebih sejak ada pandemi Covid-19 yang kasus pertamanya dideteksi di Wuhan, Tiongkok.
Dilansir Associated Press, polisi masih menyatakan pembunuhan itu sebagai aksi random. Belum tampak motif yang terorganisasi. Bukan bagian dari kejahatan terstruktur yang menarget etnis tertentu.
SIMON MARTIAL, gelandangan yang mendorong Michelle Go ke jalur kereta bawah tanah di New York, Sabtu (15/1). Tampak pula foto-foto penangkapan Simon dan evakuasi jenazah Michelle dari rel.
(Foto: THE INDEPENDENT)
Kematian Michelle mengguncang Junior League, sebuah organisasi relawan perempuan yang sudah beraksi sejak 120 tahun silam. Di situlah Michelle beraktivitas. Di organisasi itu, Michelle bergerak untuk mengangkat kaum tunawisma beranjak dari keterpurukan. Para gelandangan diajari mencari kerja, menghadapi wawancara, hingga menulis daftar riwayat hidup yang bisa memikat pemberi kerja.
’’Kehidupan Michelle sungguh terang, selalu membagi kebahagiaan bagi orang-orang yang mengenalnya. Sungguh hancur hati kami mendengar Michelle tewas dengan cara yang tragis dan sadis itu,’’ ucap seorang kolega Michelle di Junior League.
Dyna Barlow Cassidy, anggota New York Junior League, berbicara lebih tegas. ’’Pemerintah harus bertindak tegas mengatasi problem kesehatan mental di kalangan orang-orang miskin. Selama ini, mereka kurang terlayani,’’ katanya seperti dikutip South China Morning Post.
Karir Michelle juga bagus. Dia adalah lulusan University of California. Gelar Master of Business Administration (MBA) diraih di NYU’s Stern School for Business. Setelah itu, dia berkarir sebagai manajer senior di Deloitte Consulting, lembaga konsultan di bidang akuntan. Namun, di tengah-tengah kesibukan tersebut, Michelle masih aktif berkegiatan sosial.
’’Dia fokus membuat para gelandangan lebih berdaya lagi. Michelle melatih mereka satu per satu. Sebab, mereka adalah populasi yang harus dibantu untuk kembali masuk ke masyarakat dan kembali menjadi independen. Tiga bergantung pada orang lain,’’ papar Dyna.
Sayang, hidup Michelle akhirnya berakhir di tangan gelandangan, kaum yang selama ini dibantunya. (Doan Widhiandono)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: