Lampion Gambar Gus Dur Paling Laris

Lampion Gambar Gus Dur Paling Laris

Warga Tambak Bayan Tengah terus bergerak. Imlek kali ini dimaknai bukan hanya dengan perayaan hura-hura. Tetapi, juga kegiatan sosial. Yakni penggalangan dana dengan penjualan lampion dan pernik-pernik Imlek. Seluruh hasilnya untuk merenovasi gedung bersejarah di kampung pecinan itu.

GEDUNG bekas istal (kandang kuda, Red) di Tambak Bayan Tengah tidak lagi tampak singup seperti hari-hari biasanya. Sore kemarin (2/2), lampion dengan berbagai macam bentuk dan ukuran memenuhi ruangannya. Kerlap-kerlip sinarnya memancar ke segala penjuru.


Yang kecil-kecil ditata rapi di atas meja memanjang dari depan ke belakang. Yang agak besar digantung di rangka-rangka besi bekas. Semua lampion itu adalah hasil karya tangan banyak orang. Dari warga sekitar, komunitas seniman, hingga para mahasiswa.

Kebanyakan lampion terbuat dari kanvas. Dilukis menggunakan akrilik dengan berbagai macam gambar. Sesuai kreasi masing-masing. “Ya, kami menggelar pameran lampion dari kemarin sampai Minggu (6/2). Semua barang di sini dijual,” kata Ketua RT 02 Tambak Bayan Tengah Suseno Karja, kemarin.

Tidak hanya lampion yang dipamerkan. Ada juga kerajinan tangan lain yang menarik. Misalnya, bola-bola khas Imlek hingga miniatur macan. Bahan yang dipakai pun sederhana. Hanya dari kertas dan tisu basah yang dikeringkan.

Pameran itu baru berlangsung dua hari. Sebanyak 6 lampion kecil pun sudah laku. Dan masih ada sekitar 60 barang lain yang terpajang cantik. Harganya dibanderol cukup variatif. Yang paling murah Rp 50,000 hingga yang termahal Rp 5.000.000.

Ada satu lampion yang paling laris dilirik. Dimensinya sekitar 15x15x25 sentimeter. Namun, gambarnya ikonik: karikatur wajah Gus Dur yang memakai baju khas Tionghoa. Begitu lampionnya menyala, wajah Gus Dur makin terlihat semringah.

Senyum adem sang Guru Bangsa itu menarik perhatian banyak pengunjung. Setiap yang melihat langsung ingin membeli. Sayangnya, karya itu sudah laku oleh salah satu anggota DPRD Kota Surabaya saat berkunjung di hari pertama. 

Banyaknya peminat membuat Rizqi Nakbeng amat terkesan. Ia adalah sang pembuat lampion Gus Dur. Ide awal karyanya juga dilatarbelakangi oleh sejarah. “Karena Gus Dur kan Bapak Tionghoa. Beliau juga yang menjadikan lmlek sebagai hari libur nasional,” ungkap mahasiswa semester 2 jurusan Arsitek Universitas 17 Agustus Surabaya itu.

Rizqi hanya membuat satu lampion itu saja. Sama seperti bertugas menjaga pameran. Ia juga dibarengi oleh beberapa teman lainnya. Mereka juga membuat masing-masing satu karya. 

Tidak hanya pernak-pernik Imlek saja yang dijual. Ada juga buku-buku dan tas bekas. Terpajang di beranda pintu masuk. Selain itu juga disediakan angpao bagi pengunjung yang datang. Angpao itu untuk diisi uang. Dimasukkan ke mulut miniatur macan di depan gedung.

Jeny (kiri) dan Yen Yen mengamati lampion-lampion cantik.
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

Ya, seluruh hasil penjualan dari pameran itu bukan untuk kepentingan pribadi. Tetapi, untuk biaya renovasi gedung. Terutama di satu kamar dalam gedung itu yang sudah rusak parah. Bagian atapnya sudah ambrol. Perkiraan butuh sekitar Rp 13 juta untuk merenovasinya.

Seluruh yang terlibat dalam pameran merupakan sukarelawan. Mengingat gedung bekas kolonial itu juga difungsikan untuk banyak hal. Terutama oleh kalangan pemuda, mahasiswa, hingga komunitas seniman. Dijadikan tempat paling nyaman untuk berkarya.

Hari ini masih tersisa 4 hari lagi. Semua panitia tidak ngoyo untuk mencapai target itu. Tidak dijadikan beban. Mereka mengalir saja. Menyadari apa yang dijualnya juga hanya barang-barang kecil saja. Yang penting bisa tetap guyub dan bergembira. 

Seperti lirik lagu yang bergema dari gedung itu: “Hey…hidup hanya numpang ketawa…(Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: