Ada Unsur Politik dalam Kasus Pungli Shodikin

Ada Unsur Politik dalam Kasus Pungli Shodikin

SEHARUSNYA kemarin (3/2) ada enam saksi yang memberikan keterangan dalam persidangan dengan terdakwa Shodikin. Namun, baru satu orang yang memberikan keterangan, Ketua Majelis Hakim Ketut Sinarta keburu menghentikan persidangan. Alasannya, hakim sedang sakit.

”Kita tunda minggu depan ya. Minggu depan kita sidang seminggu dua kali,” kata Ketut Sinarta.

Namun, Ketua Forum Komunikasi Pendidikan Qur’an (FKPQ) Kecamatan Baureno Imam Mutaqin sempat memberikan keterangan dalam sidang itu.

Seusai sidang tersebut, juru bicara tim penasihat hukum terdakwa Johanes Dipa Widjaja mengatakan, dari fakta persidangan terbukti bahwa di sana tidak ada Kecamatan Larangan. ”Dari sini saja dakwaan jaksa sudah keliru,” katanya di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Saksi juga tadi menjelaskan bahwa di Kecamatan Baureno hanya 96 TPQ dan TPA yang menerima bantuan tersebut. ”Kalau di dakwaan jaksa, malah 98 yang menerima. Kalau secara keseluruhan, di Kabupaten Bojonegoro yang menerima itu 115. Di dakwaan tertulis 122,” tambahnya.

Karena itu, ia menilai dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) itu tidak cermat. Tidak sesuai dengan kenyataannya. Juga, terkait uang Rp 1 juta yang menjadi pokok perkara itu. Uang tersebut diterima dari lembaga. Bukan pungutan.

Uang itu digunakan untuk operasional. Pun, semua saksi yang telah dihadirkan jaksa mengatakan hal yang sama. Itu juga bukan paksaan. ”Kalau gak ngasih, ya tidak masalah. Tidak ada kewajiban. Juga, tidak ada sanksi bagi yang tidak memberikan,” tegasnya.

Di petunjuk teknis (juknis) juga sudah diatur. Boleh menerima dari lembaga. Tapi, bukan dari dana bantuan Covid-19 yang diberikan Kementerian Agama (Kemenag). ”Diambil dari mana? Ya, terserah lembaga tersebut,” ucapnya.

Itu pun, ada beberapa lembaga yang tidak memberikan uang tersebut. ”Di keterangan saksi tadi mengatakan, di kecamatannya, ada dua lembaga yang tidak memberikan uang. Tapi, mereka tidak mendapatkan sanksi apa pun. Uang tetap cair dan diberikan kepada mereka,” tambahnya.

Imam juga menjelaskan bahwa tidak ada satu pun lembaga yang merasa keberatan untuk memberikan uang tersebut. Malah, mereka merasa terbantu. ”Dakwaan jaksa itu tidak benar. Karena data-data yang diberikan berbeda dari fakta persidangan,” ungkapnya.

Menurut Johanes, dalam kasus tersebut, kuat dugaan ada muatan politik. Sebab, ada salah satu saksi yang mencabut keterangannya di BAP. Sebab, dalam penyidikan itu, ia merasa tertekan. ”Ada surat pernyataannya kalau saksi itu merasa tertekan,” tambahnya.

Bahkan, Johanes akan membuktikan dalam persidangan bahwa beberapa dari saksi itu merasa tertekan saat penyidikan. Mereka takut. Sebab, mereka mendapat ancaman. ”Kalau tidak mengikuti arahan mereka, orang itu akan diproses juga,” bebernya.

Saksi Imam Mutaqin salah satunya. Ia membuat surat pernyataan bahwa dirinya dipaksa. Dalam surat itu juga ditulis bahwa ia harus mengembalikan uang Rp 1 juta tersebut. Padahal, itu uang pribadinya. ”Nanti bukti ini kita sampaikan juga sebagai bukti dalam persidangan,” ucapnya.

Dari awal pun, Imam Mutaqin mengatakan bahwa Shodikin sudah memberikan petunjuk teknis penggunaan. Serta, larangan untuk menggunakan uang bantuan Covid-19 itu ke hal-hal lain. ”Itu diakui dalam persidangan tadi,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: