Dua Pekan, Omicron Menyebar di 13 Kabupaten/Kota

Dua Pekan, Omicron Menyebar di 13 Kabupaten/Kota

KASUS pertama Omicron terdeteksi di Jawa Timur pada akhir 2021. Totalnya sudah mencapai 108 kasus. Sementara itu, yang aktif tercatat 57 kasus.

Transmisi lokal Omicron memang cepat. Kini sudah ada 13 kabupaten/kota yang terpapar virus yang kali pertama terdeteksi di Afrika Selatan tersebut. Padahal, pada 14 Januari lalu hanya tersebar di 3 kabupaten/kota.

Penambahan kasus Omicron paling banyak terjadi sejak akhir bulan kemarin. Jumlahnya mencapai 82 orang. Terbanyak dari Kota Surabaya, yakni 31 kasus. Menyusul 22 kasus di Kota Malang, 4 orang di Kabupaten Pasuruan, masing-masing 5 orang di Sidoarjo, Gresik, dan Kabupaten Malang.

Juga, masing-masing 1 orang di Kabupaten Jember, Kota Mojokerto, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Trenggalek. Semua pasien itu sedang menjalani perawatan. Baik isolasi mandiri maupun di rumah sakit.

”Dari total 108 orang yang terkonfirmasi positif Omicron, sebanyak 47,2 persen telah dinyatakan sembuh atau selesai menjalani isolasi,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jatim dr Erwin Astha Triyono kemarin. Sebaliknya, mayoritas pasien yang sedang dirawat adalah tanpa gejala dan beberapa bergejala ringan saja.

Menurutnya, 63 persen pasien Omicron merupakan orang-orang yang sudah mendapat vaksin dosis lengkap. Itu berarti, vaksinasi memang dapat mengurangi tingkat keparahan infeksi virus.

Namun, ia tetap meminta agar disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Sebab, upaya vaksinasi saja tidak cukup. Justru dengan makin disiplin prokes, potensi tertular bisa sangat minim.

Sementara itu, Satgas Covid-19 Jatim juga terus mengantisipasi persebaran Omicron. Yakni, dengan memukul rata bahwa setiap kasus adalah Omicron. Dengan begitu, surveilans akan makin ketat. ”Kami terus mengintensifkan pemeriksaan dan pelacakan kontak erat Covid-19 untuk deteksi dini kasus,” ungkap Jubir Satgas Covid-19 dr Makhyan Jibril.

Selain itu, Jibril mengingatkan beberapa hal. Masyarakat perlu mempertimbangkan faktor ventilasi udara, durasi, dan jarak interaksi untuk mengurangi risiko penularan. ”Terutama pada pelaksanaan pembelajaran tatap muka,” jelasnya. (Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: