Ciptakan Virus Covid-19 ’’Varian Borosilikat’’

Ciptakan Virus Covid-19 ’’Varian Borosilikat’’

Pemilik Netha Glass Andi Rifiyansah mulai bangkit dari pandemi. Di tahun pertama virus mewabah, banyak pelanggan yang membatalkan pesanan. Sebab, mayoritas pembeli berasal dari instansi atau perusahaan yang yang butuh cinderamata saat menggelar event. 

ANDI memantik korek api ke moncong gas torch yang sudah terpatri di meja produksi. Saat moncong lubang diperkecil, api biru langsung menyembur seperti jet. Tangan kanannya menyahut kaya pyrex panjang berbentuk tabung.

Panjangnya 1,5 meter. Sedangkan diameternya 1,5 centimeter. Itulah kaca spesial tahan panas. Nama lainnya : borosilikat. Terbuat dari campuran silika, boron oksida (B2O3), alumina dan soda. “Ini baru meleleh di atas suhu 700 derajat celsius,” kata Andi saat ditemui di Galery Netha Glass, Desa Sidokerto, Kecamatan Buduran, Sidoarjo kemarin (3/2).

Rumah itu khusus untuk galeri dan bengkel produksi. Andi punya rumah sendiri di Taman Tiara Sidoarjo. Biasanya ada dua karyawan yang menemani. Namun, mereka lebih banyak dirumahkan karena pesanan tidak sebanyak dulu.

Sebelum pandemi, omzet Netha Glass bisa mencapai Rp 100 juta. Pesanan patung kaca bisa mencapai ribuan. Begitu pandemi datang, pesanan langsung anjlok. Sampai berapa persen penurunannya? “Bukan turun lagi. Terjun bebas. Tidak ada pesanan sama sekali,” ujar pria 42 tahun itu.

Pesanan mulai muncul Oktober 2021. Setelah gelombang varian Delta surut, mulai banyak event yang terselenggara. Pemda hingga perusahaan swasta butuh cenderamata lagi.

Andi Mulai bangkit. Tapi tetap tidak sejaya dulu. Rata-rata omzet bulanannya hanya Rp 15 juta. Meski begitu ia sudah sangat bersyukur. Paling tidak uangnya bisa dipakai untuk menghidupi keluarga.

Ia sadar, pesanan untuk event tidak bisa diandalkan. Andi harus memunculkan kreasi lain. Salah satu yang akan diluncurkan adalah lampu gantung dengan ornamen virus Covid-19.

Ia tunjukkan cara membuatnya kemarin. Satu lonjor kaca dipanaskan hingga meleleh. Ia mulai membentuk bulatan seukuran bola golf. Setelah bola sudah terbentuk sempurna, tahap selanjutnya adalah membuat duri-duri virus. Kaca yang meleleh ditempelkan lalu ditarik. “Ini virus varian borosilikat,” katanya sembari tertawa.

Satu ’’virus varian borosilikat’’ itu membutuhkan kaca sepanjang 50 centimeter. Satu lonjor kaca yang dibeli dari luar negeri negeri itu panjangnya satu setengah meter. “Satu lonjor jadi tiga,” lanjutnya.

Andi menggeluti dunia seni kaca pyrex itu sejak 1999. Ikut pabrik di Surabaya. Ia termasuk karyawan yang terampil. Perusahaan mengirimnya ke Malaysian Institute of Art (MIA) di Kuala Lumpur pada 2000 hingga 2003.

Selain menimba ilmu, ia juga membuat karya di sana. Pihak MIA ternyata melirik kemampuannya. Bahkan ia ditawari pindah kewarganegaraan. Andi tak mau. Ia masih setia dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Ibu juga enggak ngasih izin,” ujar alumnus SMKN 1 Sidoarjo itu.

Setelah pulang ke tanah air, ia kembali ke pabrik asal. Baru setahun kerja di Surabaya, ternyata terjadi konflik internal di pabrik. Industri dibubarkan.

BENTUK VIRUS CORONA yang sedang dibuat oleh Andi Rifiyansah di tempat kerjanya.
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

Akhirnya Andi memutuskan untuk membuka usaha sendiri pada 2004. Saat itu belum banyak yang tahu tentang kerajinan kaca. Bahkan sampai sekarang industri kaca pyrex yang ia tahu cuma ada 3 di Indonesia. Yakni, di Surabaya, Gresik dan Sidoarjo.

Perlahan tapi pasti, ia mulai dapat pelanggan. Kerajinan kaca sudah mulai dikenal pada 2010. Ia mengajari dua orang untuk jadi karyawan. Andi tidak pelit berbagi ilmu. Tidak takut disaingi. Bahkan ia membagikan video tutorial dasar seni kaca pyrex melalui akun YouTube-nya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: