Struktur Pasar Minyak Goreng Masih Oligopoli

Struktur Pasar Minyak Goreng Masih Oligopoli

Pemerintah belum mampu juga mengatasi kenaikan harga minyak goreng. Sebelumnya, harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sempat ditetapkan menjadi Rp 14 ribu. Namun, kebijakan yang hanya berlangsung seminggu itu dicabut.

Meroketnya harga minyak goreng memang cukup memberatkan masyarakat. Baik untuk penggunaan konsumsi rumah tangga, warung, hingga pelaku UMKM. Sebagian pelaku UMKM menutup usaha mereka. Terutama yang menggunakan minyak goreng sebagai bahan utama.

Ekonom Universitas Airlangga Imron Mawardi mengatakan, tingginya harga minyak goreng tidak hanya disebabkan oleh harga CPO dunia yang melonjak. Itu terbukti pada 4 tahun silam. Saat harga CPO dunia rendah tetapi harga minyak goreng tidak ikut turun.

“Di sini lah kejanggalannya,” ungkap Imron dalam seminar bertema Peran Pemerintah dan Dunia Usaha dalam Stabilisasi harga Minyak Goreng yang diadakan di kantor PWI Jawa Timur kemarin.

Ia membeberkan persoalannya. Bahwa struktur pasar minyak goreng di Indonesia masuk kategori oligopoli. Artinya, 40 persen pasar minyak goreng hanya dikuasai oleh 4 produsen saja. Padahal, total produsen ada 74 perusahaan.

Selain itu, juga terjadi hubungan paralel antara hulu dan hilir. Harga bukan lagi ditentukan oleh mekanisme permintaan (demand) dan penawaran (supply) saja. Tetapi juga perhitungan biaya produksi. “Karena harga CPO disesuaikan dengan harga pasar. Otomatis harga minyaknya naik,” terangnya.

Untuk itu diperlukan adanya intervensi kebijakan. Menurutnya, penetapan domestic market obligation (DMO) harus dimaksimalkan. Setiap industri sawit wajib menyisihkan 20 persen produknya untuk pasar domestik.

Begitu juga dengan kebijakan domestic price obligation. Harus benar-benar dijalankan. Harga CPO dalam negeri ditetapkan sebesar Rp 9.300. Meski harga tersebut begitu jauh selisihnya dari harga pasar. “Tapi pemerintah memang harus lakukan intervensi. Agar nanti tak pengaruhi harga pangan kita yang lain,” papar Imron.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga ikut urun solusi atas permasalahan kelangkaan minyak goreng di Surabaya. Ia meminta agar pemerintah segera mendaftar produsen minyak goreng di Surabaya. Terutama produsen yang bukan eksporter.

“Tunjuk 5 perusahaan saja,” katanya. Lalu gelontorkan 8.000 ton CPO dengan harga Rp 9.300. Maka dalam 4 hari masalah kelangkaan di Jawa Timur, bahkan Bali, bisa langsung teratasi. Ia juga menyarankan agar setiap daerah bikin tanker minyak. Agar setiap daerah bisa mendapat minyak dengan ongkos murah.

Atau dengan memberdayakan setiap koperasi. Lalu digerakkan untuk repacker. Dengan begitu, ongkos pun bisa ditekan. “Employment pun bisa dilakukan. Jadi di daerah juga harus ikut gerak,” katanya. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: