Peka pada Kepala-Kepala

Peka pada Kepala-Kepala

Awalnya adalah keresahan. Toni Harsono merasa bahwa bentuk-bentuk boneka wayang potehi yang ditemuinya sudah tidak sesuai lagi sesuai pakem. Karena itu, ia pun berusaha menciptakan lagi boneka-boneka wayang potehi sebagaimana yang dilihatnya saat masih kecil. Seperti boneka yang dibawa Tok Su Kwie, kakeknya, dari Fujian, Tiongkok.

BERBEKAL boneka-boneka lawas milik sehu Tok Su Kwie, Toni pun memulai petualangannya untuk mereproduksi boneka wayang potehi. Referensinya adalah wayang kuno milik sang kakek yang sudah diserahkan kepada Kelenteng Hong San Kiong, Gudo.

Nama pertama yang diingatnya adalah Tan Soen Bing, seorang seniman pahat yang dikenalnya sejak kecil. Dulu, Toni kecil sering bermain di rumah Tan Soen Bing. Bocah itu melihat Tan Soen Bing mereparasi boneka yang sudah rusak. Toni juga belajar mengecat wajah-wajah wayang potehi tersebut. Sepercik bakat Toni itu memang sempat lenyap saat ia menjauh dari wayang potehi.

Toni memandang, boneka wayang potehi buatan Tan Soen Bing tidak hanya halus dan teliti. Tetapi, karakternya sama dengan pakem asli wayang potehi dulu.

’’Sekarang ini, di Tiongkok atau Taiwan memang masih ada wayang potehi. Tetapi, karakternya sudah lain-lain. Ada yang dimiripkan dengan karakter Opera Beijing. Ada tokoh yang sudah digambar berbeda. Misalnya, kepalanya bisa jadi sepuluh, tetapi ini kepalanya digambar lebih dari sepuluh. Ibaratnya begitu,’’ katanya.

Perjuangan Toni dalam mencari referensi wayang potehi pun cukup berat. ’’Saya harus keliling banyak kota. Pokoknya, saya dengar di situ ada wayang potehi, saya lihat. Kalau boleh saya pinjam untuk ditiru oleh perajin,’’ tutur Toni. Tetapi, halangan memang kerap muncul. Entah mengapa, sejumlah pemilik wayang potehi tidak berkenan. ’’Jangankan dipinjam. Dilihat saja lho, ndak boleh,’’ kisah Toni.

Meski begitu, Toni tak menyerah. Referensi demi referensi terus dikumpulkannya. Baik dari koleksi milik orang lain atau dari koleksi lama milik Kelenteng Hong San Kiong. Toni tak segan meminjam boneka-boneka yang tidak dimilikinya kepada para dalang ternama. Misalnya, sehu Thio Tiong Gie dari Semarang. Atau memotret koleksi milik Hotel Tugu di Malang yang memang dikenal menyimpan sejumlah barang antik tersebut.

Mungkin, awalnya Toni tidak benar-benar ingin melestarikan wayang potehi. Itu bukan tujuan satu-satunya. ’’Salah satu niat saya itu membantu para pemain dari segi perlengkapan secara cuma-cuma. Tanpa memungut biaya atau uang sewa. Biar para pemain itu semangat, karena dulu sudah jarang orang punya wayang potehi lengkap,’’ katanya.

KEDEKATAN Toni Harsono dan sehu Liem Sing Tjwan (kanan) dan Tan Ping Han, kawan-kawan ayahnya.
(Foto: Dokumentasi Toni Harsono-Buku Toni Harsono Maecenas Potehi dari Gudo)

Untuk satu kali pergelaran, para sehu biasanya membawa hingga 100 tokoh boneka. Itu dilakukan oleh kelompok Fu He An yang tampil di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang pada 26 Januari. Siang itu, mereka membawa puluhan boneka yang dimasukkan dalam sebuah kotak merah.

Padahal, dalam penampilan tersebut, hanya empat tokoh yang dikeluarkan dari kotak. Mengapa harus bawa banyak boneka? ’’Lha iya, to. Sawangane (tidak pantas, Red). Mosok mau tampil cuma bawa 4 boneka ndhil,’’ kata Widodo Santoso, sehu yang tampil siang itu.

Melalui reproduksi boneka itu, Toni juga ingin membantu kehidupan para perajin. Sebab, mereka bisa berkarya untuk membantu dapur mengepul.

Maka, Toni juga berburu perajin. ’’Saya dengar ada orang bisa buat wayang potehi, langsung saya cari, saya datangi rumahnya. Saya tanya, bisa buat seperti ini atau tidak,’’ kata Toni.

Perburuan itu kerap tidak menemukan hasil yang memuaskan. Misalnya, garapannya kasar. Atau karakter tokohnya tidak sesuai dengan yang diinginkan Toni. Entah dahinya yang enggak pas, matanya yang tidak berkarakter, atau proporsinya kurang pas.

KEPALA-KEPALA BONEKA lama yang disimpan di Museum Potehi Gudo, Jombang.
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

Kepekaan terhadap kepala boneka itu memang muncul karena Toni sudah begitu terlatih. Sejak kecil, ia hidup di lingkungan wayang potehi. Dia pun tahu detail wajah seorang tokoh. Tidak hanya bentuk mukanya, tetapi juga model mahkotanya, ikatan rambutnya, tipe kumisnya, bentuk hidungnya, hingga sorot matanya.

’’Ya karena kulino (terbiasa, Red),’’ ujar Toni. Sejatinya, Toni tidak hanya kulino. Pengetahuannya memang dibentuk secara otodidak dari pengalaman masa kecilnya. Namun, seiring dengan aktivitasnya di dalam pelestarian kesenian itu, ia pun mempelajari berbagai referensi tentang wayang potehi sampai ke mancanegara. (Doan Widhiandono)

MENGECAT KEPALA BONEKA secara detail ini adalah salah satu keterampilan Toni Harsono.
(Foto: Dokumentasi Toni Harsono-Buku Toni Harsono Maecenas Potehi dari Gudo)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: