Asap Dapur Mengepul dari Kepala Kecil
Pelestarian wayang potehi di Gudo, Jombang, tidak hanya didukung oleh penampilan kelompok Fu He An yang kontinu. Di balik itu, ada perajin-perajin yang terus giat menggerakkan jari. Menghasilkan karya-karya seni yang akarnya berasal dari negeri Tiongkok.
HARI sungguh panas. Sumuk. Matahari tertutup awan. Tak ada secuil pun langit yang berwarna biru di Jombang, Rabu (26/1) siang itu.
Di rumah berdinding bata, sekitar 200 meter di utara Kelenteng Hong San Kiong, Moch. Budiono tampak sangat sibuk. Nggethu. Terpaku pada pekerjaannya.
Ia duduk pada sebentuk dingklik, bangku pendek, yang membuatnya seperti berjongkok. Di depan lelaki kelahiran 1977 tersebut. Dampak peranti-peranti ’’perang’’. Aneka pahat beragam ukuran, penggaris siku, jangka sorong, pensil, hingga gergaji mesin kecil yang bentuknya seperti mesin jahit.
Balok-balok kayu terletak di bangku panjang yang ada di depan Budiono. Ukurannya kecil. Mungkin sekitar 15 x 5 sentimeter. Tebalnya juga 5 sentimeter.
’’Nah itu nanti yang jadi kepala wayang potehi. Coba-cobak piye carane (bagaimana caranya, Red),’’ kata Toni Harsono yang mendatangi Budiono siang itu.
Menurut Toni, Budiono punya teknik khusus dalam membuat kepala wayang potehi. Kepala itu dibuat berdasar siluet samping. ’’Biasanya, perajin membuat kepala itu berdasar tampak depan,’’ ujar Toni.
Budiono—yang pendiam itu—langsung sigap. Ia mengambil sebongkah kayu yang masih asli. Warna kayunya kekuningan. Kayu nangka. Lebih keras daripada kayu waru tetapi lebih empuk dari kayu jati. Masih bisa dibentuk-bentuk dengan mudah memakai pahat manual.
Sebentuk karton ditempelkan di balok tersebut. Berbentuk siluet kasar wajah lelaki dari samping. Dahinya nonong. Ada gelung besar di puncak kepala belakangnya. Dengan bolpoin, Budiono menyalin bentuk siluet wajah itu pada balok kayu tersebut.
Balok itu lantas ditaruh pada gergaji mesin. Siap dipotong.
Tetapi, siang itu, gergaji mesin itu berkali-kali terhenti. ’’Kenapa? Putus mata gergajinya?’’ kata Toni.
Budiono tak menjawab dengan jelas. Tetapi, ia dengan cekatan mengutak-atik gergaji mesin itu. Melepas mata gergaji. Lalu memasangnya lagi.
Akhirnya, mata gergaji itu bergerak halus mengikuti pola pada balok kecil itu. Perlahan-lahan, muncullah bentuk kasar kepala boneka wayang potehi tersebut.
Pengukuran proporsi kepala wayang potehi.
(Foto: BOY SLAMET-HARIAN DISWAY)
’’Ini diukur terus. Posisi matanya di mana. Telinganya di mana,’’ kata Budiono. Lelaki asal Mojoagung itu sudah menekuni kerajinan kepala boneka potehi itu sejak 2016. Sebelumnya, ia membuat pelat nomor kendaraan. ’’Seneng dia, Mas. Buat gini itu seneng,’’ timpal Toni yang terus menyaksikan olah terampil Budiono siang itu. Budiono tersenyum kecil. Sambil terus menunduk mengamati bakal kepala yang sedang dibuatnya tersebut. Seperti tersenyum pada diri sendiri.
Kenapa kok seneng? ’’Soalnya, saya belajar tapi dapat honor,’’ ujar Budiono. ’’Iya, kalau buat pelat nomor, penghasilannya kadang ada, kadang enggak,’’ ujar Toni. Mereka tertawa bersama.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: