Menolak Penyesalan Mendalam PM Belanda Atas Peristiwa 1945-1949 (4)

Menolak Penyesalan Mendalam PM Belanda Atas Peristiwa 1945-1949 (4)

Tak banyak yang seperti Marjolein van Pagee. Dia adalah satu dari sedikit orang yang ingin Belanda menyesali dan mengakui penjajahan atas Indonesia. Sikap kritisnya sejak 2010 membuatnya dimusuhi banyak pihak. Dia mengalami pemboikotan hingga serangan siber.

 

—-

KATA Pendiri komunitas Roodebrug Sorabaia Ady Setyawan, Marjolein mudah sekali dihubungi. WhatsApp pasti dibalas. Hampir setiap hari Ady berkomunikasi dengan partnernya dalam penulisan buku Surabaya: Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? (2018) itu.

Komunikasinya nyaris tiap hari. Terutama setelah Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyampaikan penyesalan mendalam atas kekejaman ekstrem di Indonesia pada 1945-1949 18 Februari lalu. Dua penulis itu sepakat bahwa permintaan maaf itu cuma omong kosong. Itu cuma trik untuk menghindari hukuman atas tuntutan Jeffry Pondaag yang hingga kini masih berlangsung.

Harian Disway menghubunginya Kamis (24/2) pukul 10.00 waktu Indonesia Barat (WIB). Cuma centang satu. Mungkin smartphone-nya sengaja dimatikan. Di Belanda masih pukul 04.00 dini hari.

Namun setelah ditunggu sampai sore, ternyata masih centang satu. Ady heran. Padahal ia masih lancar menghubungi Marjolein. “Jangan-jangan gara-gara di serang kemarin,” ujar Ady dengan nada curiga.

Gadget Marjolein yang terhubung dengan internet mengamati masalah beberapa hari sebelumnya pengumuman riset Belanda tentang kekejaman di Indonesia 1945-1949 itu. Awalnya dikira rusak, jadi diserviskan. Marjolein terpaksa pinjam laptop teman.

Masalah juga terjadi di laptop kedua. Tiba-tiba lemot. Aplikasi mati. Audio juga tidak berfungsi. Internet tersambung tapi tidak bisa dipakai sama sekali.

Ady mencoba menghubungi Marjolein sore itu. Ia menyampaikan bahwa Harian Disway sudah mengirim pesan WA. Tapi cuma centang satu. Tak lama kemudian, tepatnya pukul 18.07, Marjolein tiba-tiba membalas pesan WA itu. “Hello, your interview with Ady was great! The truth needs to be told,” kata Marjolein.

Artikel yang dia maksud itu terbit 21 Februari. Judulnya: Permintaan Maaf Belanda itu Omong Kosong. Marjolein sangat sepakat dengan judul itu. Bahkan dia mengunggahnya di Twitter.

”Headline ini. Saya menyukainya. Tidak ada jurnalis Belanda yang berani menulis ini, takut sepertinya mereka. Selalu membela kepentingan Negara Belanda. Seperti yang dilakukan para peneliti, menghindari penggunaan frasa "kejahatan perang" karena takut,” cuit Marjolein 21 Februari lalu.

Marjolein memang sangat blak-blakan menyindir pemerintahnya. Tanpa sensor. Bahkan dia tak takut mengkritik para jurnalis dan penulis sejarah dari Belanda. Maka jangan heran dia punya banyak musuh karena memilih sikap yang berbeda.

Marjolein saat mengikuti Parade Juang 10 November di Surabaya. (Foto: Mameth Hidayat Rooderbug Soerabaja)

Dia memang curiga ada serangan siber. Kemarin dia memakai laptop ketiga. Ternyata permasalahan muncul lagi. Wi-Fi tidak bisa dipakai. Padahal orang serumah lancar-lancar saja.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: