Nanggap Wayang Potehi Sejak Dua Abad Silam

Nanggap Wayang Potehi Sejak Dua Abad Silam

Hidup wayang potehi memang ditopang oleh kelenteng. Kesenian itu adalah bagian dari ritual, dianggap sebagai salah satu cara persembahan kepada dewa dan leluhur yang dipuja di kelenteng. Dan Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal, Jawa Tengah, adalah salah satu yang turut melestarikan wayang asli Fujian, Tiongkok, tersebut.

13 Februari 1755. VOC merancang sebuah perjanjian antara Kesultanan Mataram yang diwakili oleh Pakubuwana III dengan Pangeran Mangkubumi. Perjanjian itu dilakukan di Desa Janti yang sekarang terletak di Karanganyar, Jawa Tengah.

Begitu perjanjian diteken, Mataram pun pecah. Pakubuwana III memimpin Kesunanan Surakarta. Sedangkan Pangeran Mangkubumi menguasai Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Hamengkubuwana I.

Dengan demikian, daerah-daerah yang terletak di pesisir utara Jawa pun jatuh ke tangan VOC. Termasuk di antaranya Pekalongan, Semarang, hingga Tegal.

Sebagaimana di daerah kekuasaan yang lain, VOC pun mengangkat pemimpin-pemimpin lokal. Termasuk dari kalangan Tionghoa. Muncullah jabatan yang dikenal sebagai Opsir Tionghoa (Chinese Officieren). Di tingkat yang paling rendah—menguasai wilayah kecil—adalah Majoor der Chinezen atau Mayor Tionghoa. Kabupaten yang lebih besar diperintah oleh Kapitein der Chinezen (Kapten Tionghoa). Sedangkan wilayah di atasnya lagi dipimpin oleh Liutenant der Chinezern (Letnan Tionghoa). Mereka bertanggung jawab mengatur hidup warga keturunan Tionghoa dan timur asing lainnya.

Pada 1760-an, yang memimpin orang-orang Tionghoa di kawasan Tegal adalah Kapten Souw Pek Gwan. Berdasar catatan sejarah, pada 1760 itu sudah berdiri kelenteng di Tegal. Namanya, Kelenteng Cin Jin Bio. ’’Sebab, kelenteng itu didirikan untuk menghormati dewa Kongco Tek Hay Cin Jin,’’ kata Chen Li Wei Dao Chang, rohaniwan Taoisme, yang kini memimpin Kelenteng Tek Hay Kiong, Tegal.

PRASASTI SEJARAH KELENTENG Tek Hay Kiong, Tegal, yang ditunjukkan oleh Chen Li Wei Dao Chang, 14 Februari 
(Foto: Boy Slamet-Harian Disway)

Menurut Chen Li Wei, Tek Hay Cin Jin bernama asli Kwee Lak Kwa. ’’Beliau banyak dipuja di kelenteng-kelenteng pantura, di pesisir utara Jawa,’’ kata lelaki berambut panjang yang selalu menggelung rambutnya ke atas tersebut.

Warga menganggap Tek Hay Cin Jin bukanlah dewa biasa. Ia pernah menetap di Tegal serta kota-kota lain di pantai utara Jawa. Tek Hay Cin Jin bahkan kerap menolong masyarakat di situ. ’’Kami percaya bahwa beliau moksa dan mencapai tingkat kedewaan di lautan di sekitar Tegal,’’ ujar Chen Li Wei yang tidak lagi mau menyebut tanggal dan tahun lahirnya setelah menjadi rohaniwan tersebut.

Sejumlah catatan menyebut bahwa Tek Hay Cin jin dikenal dalam bahasa Mandarin sebagai Ze Hai Zhen Ren. Nama aslinya adalah Guo Liu Guan atau dalam dialek Hokkian disebut sebagai Kwee Lak Kwa.

Ia disebut sebut sebagai salah satu tokoh pejuang Tionghoa saat melawan VOC hingga menimbulkan Geger Pecinan di Batavia pada 1741-1742. Kwee Lak Kwa adalah seorang pelaut ulung, prajurit, sekaligus pedagang. Kiprahnya itulah yang membuat namanya abadi di masyarakat pesisir. Hingga akhirnya dihormati sebagai dewa.

Nah, Kelenteng Cin Jin Bio akhirnya dipugar untuk kali pertama pada 1837. ’’Ini ada prasastinya semua,’’ kata Chen Li Wei sembari menunjuk ke bagian dalam kelenteng, 14 Februari lalu.

Saat pemugaran itu, di bawah pengawasan Kapten Tan Koen Hway, Kelenteng Cin Jin Bio diubah namanya. Menjadi Kelenteng Tek Hay Kiong. Sampai saat ini.

Pada 1897, Kelenteng Tek Hay Kiong kembali dipugar. Kali ini, yang merestorasi adalah Kapten Khouw Ko Thay. ’’Jadi, kelenteng ini sudah hadir di tengah-tengah masyarakat sekitar dua abad lalu,’’ ujar Chen Li Wei.

Restorasi pada 1897 itulah yang menurut Chen Li Wei menjadi salah satu catatan sejarah kehadiran wayang potehi. ’’Pada tahun itu, saat pemugaran, kelenteng disebut-sebut nanggap wayang. Sebutannya li yuan,’’ ujar Chen Li Wei.

Karena itu, wayang potehi memang menjadi salah satu bagian tidak terpisahkan dalam sejarah kelenteng. Sehingga, dalam perjalanannya hingga sekarang. Kelenteng Tek Hay Kiong pun kerap mengundang kelompok-kelompok wayang potehi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: