Tanda Tangan karena Ancaman Tembak

Tanda Tangan karena Ancaman Tembak

OKNUM jaksa di Kejaksaan Bojonegoro memeriksa saksi dengan berbagai ancaman. Misalnya, ancaman tidak dipulangkan. Ada juga yang diancam tembak sampai ancaman digantung. Karena itu, para saksi terpaksa mengikuti arahan jaksa. Yakni, menandatangani surat pernyataan.

Salah satunya adalah koordinator Kecamatan (Kortan) Karanggayang yang juga menjabat ketua TPQ Al-Hidayah. Yaitu, Soimah. Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya kemarin (10/3), dia mengungkapkan akan digantung kalau tidak mengikuti arahan jaksa.

”Saya terpaksa. Kalau saya diancam tidak boleh pulang. Serta saya mau digantung. Saya gak bohong. Ngapain saya mau berbohong jauh-jauh datang ke sini (pengadilan tipikor). Tinggal tunggu hari saja saya akan melahirkan ini,” kata Soimah yang memang sedang hamil tua saat diwawancarai seusai sidang.

Ancaman itu diberikan saat menjalani pemeriksaan dalam kasus yang menimpa Sodikin, ketua FKPQ Kabupaten Bojonegoro. Sodikin diduga melakukan pungli dana bantuan Covid-19 dari Kementerian Agama (Kemenag) untuk Lembaga Pendidikan Al-Qur’an (LPA).

Dalam persidangan itu juga, enam saksi yang dihadirkan mengungkapkan, uang yang mereka berikan merupakan uang kas. Bukan potongan dari bantuan Kemenag. Pun, uang diberikan karena keputusan bersama mereka.

Sebab, mereka menggunakan jasa untuk membuat laporan pertanggungjawaban. Sebab, para pengurus TPQ itu tidak mahir menggunakan komputer.

Sementara itu, Pinto Utomo dan Johanes Dipa Widjaja, tim penasihat hukum terdakwa, mengatakan bahwa berdasarkan keterangan saksi, seharusnya pemeriksaan itu tidak sah. Ini berdasar pasal 117 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tindakan intimidasi dari jaksa itu sudah dilaporkan ke Kejaksaan Agung. Dalam kasus tersebut, proses awalnya dilakukan tidak sesuai KUHAP. Seharusnya, saksi memberikan keterangan tidak boleh dalam tekanan dan intimidasi.

”Kesaksian itu harus diberikan secara bebas. Kami heran. Dalam berkas perkara ini, seolah-olah kayak paduan suara. Orang yang berbeda-beda, tapi dengan keterangan yang sama persis. Serta, tata letak tanda baca yang sama,” kata Yohanes.

Namun, laporan yang mereka berikan terkait tekanan yang diberikan kepada saksi Andik Fajar Nenggolan. ”Satu dulu yang kami berikan. Tapi, sebenarnya, itu semua merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan,” tambahnya.

Dalam persidangan beberapa waktu lalu, saksi itu mencabut keterangannya di berita acara penyelidikan (BAP). Sebab, formatnya sudah dipersiapkan jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Bojonegoro. Bahkan, selama penyidikan, saksi itu mendapatkan banyak tekanan.

”Ia merasa ditekan dan diancam akan ditahan dan ditembak oleh Edward Naibaho yang menjabat Kasi Intel Kejari Bojonegoro. Semua itu terungkap dalam persidangan kemarin,” bebernya. Beberapa bukti disertai dalam laporan tersebut.

Ada jaksa lain yang melakukan intimidasi. Yakni, Tarjono. Ia minta agar Andik menandatangani BAP yang isinya tidak sesuai fakta. ”Tindakan jaksa itu bertentangan dengan prinsip hukum nonself incrimination dan norma hukum,” tegasnya. (Michael Fredy Yacob)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: