Harga Alkes Tidak Masuk Akal
DUGAAN kasus siluman. Dua perusahaan yang seharusnya diperiksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Diponegoro malah luput. Padahal, terlihat jelas dalam faktur penjualan bahwa harga yang diberikan perusahaan tersebut sangat tinggi. Bahkan, terlihat tidak masuk akal.
Dua perusahaan itu adalah PT Artha Teknik Indonesia dan PT Cahaya Amanah. ”Seharusnya, jaksa mengungkap fakta mengenai adanya dua vendor pengadaan barang protokol kesehatan itu,” kata penasihat hukum terdakwa Sodikin, Yohanes Dipa Widjaja, saat dihubungi kemarin (11/3).
Sodikin adalah terdakwa kasus dugaan suap dalam bantuan sosial Covid-19 untuk lembaga pendidikan Al-Qur’an di Bojonegoro. Kasusnya sudah disidangkan di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dikatakan Dipa, sebenarnya, dari jumlah pembelian itu, negara sangat dirugikan. Namun, perusahaan tersebut tidak diperiksa penyidik kejaksaan. Juga, tidak pernah dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan. ”Apakah keuntungan perusahaan tersebut merupakan suatu kewajaran,” tanya Yohanes.
Bahkan, sampai saat ini, belum ada survei terkait harga eceran tertinggi (HET) terhadap barang-barang itu. Termasuk orang yang mengoordinasi perusahaan itu, juga tidak pernah dihadirkan. ”Ini kan timbul pertanyaan besar. Ada apa,” tambahnya.
Padahal, di berita acara pemeriksaan (BAP), kedua perusahaan itu sangat sering disebut. Sementara itu, dalam dakwaan juga tertulis, perbuatan terdakwa Sodikin telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. Yaitu, saksi Kotimatus Sa’adah.
Tapi, sampai sekarang orang itu juga tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. Bahkan, Yohanes sendiri tidak mengetahui orang tersebut. ”Pernah gak dihadirkan orang tersebut dalam persidangan. Gak pernah kan. Pertanyaannya lagi, kenapa? Iya kan,” tegasnya.
Selain itu, ada beberapa nama dalam berkas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) yang sampai sekarang tidak pernah dihadirkan dalam persidangan. ”Itu seharusnya kewajiban jaksa untuk membuktikan dakwaannya,” bebernya.
Diperoleh informasi, dua perusahaan tersebut milik keluarga bupati Bojonegoro. Bahkan, dua perusahaan tersebut dipimpin satu orang saja. Hanya, saat dikonfirmasi kebenarannya, Yohanes belum bisa memastikan.
”Saya sih mendengarnya seperti itu. Pemiliknya masih keponakan bupati Bojonegoro. Direktur dua perusahaan itu juga sama. Tapi, saya belum bisa memastikan. Itu baru info,” ungkapnya.
Namun, berdasar faktur penjualan, dua perusahaan tersebut bukanlah penyuplai alat kesehatan (alkes). Melainkan, perusahaan kontraktor. ”Kok bisa itu lo kontraktor berubah menjadi perusahaan penyedia alkes,” tandasnya.
Kejanggalan berikutnya adalah harga yang diberikan pun sama. Tidak ada perbedaan. ”Gak mungkin kan dua perusahaan berbeda menjual dengan harga satuan yang sama persis. Pasti ada perbedaan walau sedikit,” ungkapnya. (Michael Fredy Yacob)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: