Bunuh Ibu dan Anak di Semarang, Vaksinator yang Manipulator

Dilanjut: ”Namun, sudah lama orang bertanya, adakah pola tertentu yang bisa menghubungkan antara karakter seseorang, yang bisa menjadikan ia pembunuh pasangan intim?”

Untuk kalimat kedua itulah, buku tersebut ditulis. Dari hasil riset di tujuh penjara di Inggris.

Dari tujuh penjara, pada 2004–2014, ditemukan 243 napi pria pembunuh pasangan intim. Itulah responden riset.

Dari responden, pasangan profesor itu menemukan, ada tiga jenis utama pembunuhan:

1) Pembunuhan intim. Ada 105 kasus. Korban perempuan adalah pasangan intim. Istri atau pacar.

2) Pembunuhan seksual. Ada 98 kasus. Korban perempuan bukan pasangan intim, melainkan korban pembunuhan motif seksual.

3) Di atas 65-an. Ada 40 kasus. Korban pembunuhan, perempuan berusia di atas 65 tahun.

Dari angka itu, jelas bahwa pembunuhan intim dominan. Dari 105 kasus, ditemukan 62 kasus pembunuhan kolateral. Atau, korban adalah anak-anak, teman, kerabat, pasangan pacar baru, dan suami istri.

Disebutkan: "Itu tanda, betapa posesif pria-pria itu terhadap korban wanitanya." Posesif, dalam kamus bahasa Indonesia berarti: rasa memiliki berlebihan. Sehingga menguasai dan mengatur mutlak.

Buku itu mengungkap banyak detail karakter pembunuh, juga korban. Di banyak kasus, serta latar belakangnya.

Pada kesimpulan, Dobash mengakhiri bukunya dengan menjelaskan: ”Masalah sebenarnya yang kita hadapi adalah rasa berhak dalam budaya laki-laki.”

Dilanjut: ”Dalam budaya pop, misalnya, ada demonstrasi tak berujung dari pria pencemburu. Dan kami percaya, pola pikir inilah yang dimiliki banyak peredator yang kami pelajari.”

Dikaitkan dengan kasus pembunuhan Dony terhadap Sweetha dan Faeyza, dominasi pria tampak pada manipulasi status pernikahan Dony. Dengan kebohongan itu, ia memanipulasi Sweetha. Lalu, menguasainya.

Tragedi maut itu dipicu bocah Faeyza. Yang, di usianya memang membutuhkan kesabaran pengasuh. Sebaliknya, Dony bukan penyabar, melainkan manipulator. (*)

Sumber: