Bunuh Tiga Anak, Motif Altruistik

Bunuh Tiga Anak, Motif Altruistik

”Saudara suami saya. Saya nggak mau mati. Biar anak-anak saya tidak menderita.”

”Caranya gimana?”

”Harus mati. Biar nggak menderita.”

”Tapi, sekarang mereka sakit. Terus gimana?”

”Ya, harus mati.”

Dari situ tampak, pembicaraan nyambung. Tapi, tidak seperti orang normal. Ngelantur. Bisa jadi, itu akibat dia terguncang kematian anak. Belum diteliti, apakah sebelum pembunuhan, Kanti memang begitu.

Saksi mata Hamidah, 37, yang adik suami Kanti, menceritakan, sehari-hari Kanti normal. Tidak gila. Dulu Kanti bekerja mandiri, terima pesanan rias pengantin. Maka, di Facebook dia ditulis Kanti MUA (make-up artist).

Hamidah kepada pers: ”Riasan Kanti bagus. Ada banyak pelanggan, tau dari Facebook. Karena, Kanti upload foto-foto riasan di situ.”

Sejak anak bungsu EM lahir (yang digorok tidak mati itu), Kanti berhenti jadi MUA. Mengurus tiga anak. Suami bekerja di Jakarta. Dia kontrak rumah di desa itu bersama Hamidah dan 3 anak. Bergantung hidup dari kiriman suami.

Hamidah menceritakan, Sabtu (19/3) malam dirinyi tidur di satu kamar. Kanti dan tiga anak tidur di kamar lain. Tidak ada tanda mencurigakan. ”Kanti sangat sayang pada anak-anak,” kata Hamidah.

Jelang subuh, Hamidah terbangun oleh berisik. Ada suara ”glodakan” di kamar Kanti. Lalu, teriak kesakitan anak-anak. Teriakan histeris. Suara orang tidur mengorok, keras sekali.

Seketika Hamidah meloncat. Keluar rumah. Teriak minta tolong. Merobek pagi buta yang sunyi.

Para tetangga berdatangan. Langsung mendobrak kamar Kanti. Dengan balok kayu. Tampaklah pemandangan maut dalam kamar.

Kanti memegang pisau. Tiga bocah tergeletak di lantai. Berdarah-darah. Muncrat ke mana-mana.

Para wanita yang semula melongok ke dalam kamar langsung histeris, kabur. Seorang tetangga pria merebut pisau Kanti. Lalu, membopong AR yang kelihatan paling parah, leher robek lebar. Darah terus mengalir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: