Gaya Mike Tyson di Tol Tebet
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
”Gaya Mike Tyson” muncul di Jakarta. Pemobil Justin Raymond Frederick, 24, dihajar Faisal Marasabessy, 30, di jalan tol Tebet. Videonya viral. Lalu, Jenderal TNI (purn) Fachrul Razi menyatakan, silakan pelaku diproses hukum.
”GAYA Mike Tyson” sebenarnya sangat sering terjadi di jalanan Indonesia. Kasus itu heboh lantaran pelaku naik mobil Nissan X-Trail nopol B 1146 RFH (kode mobil pejabat).
Pelaku adalah anak Ketua Pejuang Bravo Lima (PBL) Ali Fanser Marasabessy. Sedangkan Fachrul Razi Ketum Pemuda Bravo Lima. ”Betul, (pelaku, Faisal Marasabessy) anak dari Ketua Bravo 5 Ali Fanser Marasabessy. Sudah diperoses polisi,” kata Fachrul kepada pers Minggu (5/6).
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes E. Zulpan kepada pers, Minggu (5/6), mengatakan bahwa polisi sudah menerima laporan dengan dilengkapi bukti video. Dua pelaku sudah ditangkap. ”Dua pelaku kami tahan untuk penyidikan,” katanya.
Zulpan menjelaskan kronologinya. Begini: Sabtu, 4 Juni 2022, pukul 12.40, di jalan tol Gatot Subroto, Jakarta. Persisnya di dekat pintu tol Tebet mengarah ke Cawang.
Awalnya mobil Justin melintas dari daerah Jakarta Timur masuk jalan tol. Mendadak, dari arah kiri muncul mobil pelaku bernomor B 1146 RFH, memotong laju mobil Justin.
Pun, Justin tidak mau mengalah. Tidak memberi jalan. Sedangkan mobil pelaku, Faisal, tetep berusaha masuk, memepet dari kiri. Saling tidak mau mengalah.
Akhirnya dua mobil serempetan. Bergesekan.
Pengemudi mobil pelat RFH, Faisal, lalu turun dari mobil. Menghampiri mobil Justin yang berhenti. Faisal marah keras. Justin turun dari mobil.
Terekam di video, Faisal langsung memukul Justin. Pukulan bertubi-tubi dan cepat. Dari gaya pukulan, kelihatan Faisal terlatih berkelahi. Justin tidak melawan. Atau mungkin tidak sempat melawan karena pukulan beruntun sangat cepat.
Tubuh Justin jatuh membentur beton jalan tol. Ia bangkit, langsung dihajar lagi dengan cepat. Ada belasan pukulan dan satu tendangan lutut mendarat di wajah dan dada Justin. Kejadian itu divideokan pengguna jalan.
Selesai menghajar Justin, Faisal berjalan dengan gagahnya. Sambil menjauhi Justin. Kemudian balik, hendak memukul Justin lagi. Tapi diurungkan, karena muncul banyak mobil di sekitar TKP.
Selama pemukulan terjadi, ada seorang pria penumpang mobil pelat RFH yang menonton, sambil menunjuk-tunjuk Justin.
Pria tersebut, diakui Fachrul Razi, sebagai Ketua PBL Ali Fanser Marasabessy. ”Betul, yang bersangkutan Ali Fanser. Biar diproses polisi,” ujar Fachrul ke pers.
Jadi, ada dua pria terkait LSM Pemuda Bravo Lima naik mobil pelat RFH.
Korban Justin ternyata anak anggota DPR Indah Kurniawati. Indah Kurniawati adalah anggota Komisi XI DPR RI dari FPDIP.
”Benar,” kata Indah Kurniawati saat dikonfirmasi pers Minggu (5/6). ”Saya sedih melihat videonya. Orang bisa brutal begitu.”
Zulpan: ”Sudah diproses. Terlapor FM sudah tersangka. Sedangkan pria satunya, AF, sebagai saksi, karena tidak ikut memukul.”
Sebaliknya, Ali Fanser Marasabessy menyatakan hal sebaliknya. Ia katakan, Justin memukul Faisal lebih dulu. Itu diungkapkan Sekjen DPP Pejuang Bravo Lima Ahmad Zazali kepada pers Minggu.
”Saat ini kami sedang dalam proses membuat laporan balik di Polda Metro Jaya,” ujar Zazali.
Versi Ahmad Zazali, awalnya Justin Frederick mengacungkan jari tengah saat mobilnya didahului Ali Fanser Marasabessy. Ali lantas mengehentikan mobil Justin.
Ahmad Zazali: ”JF dengan nada tinggi, marah serta menantang, lalu memukul AFM terlebih dahulu. Melihat AFM diperlakukan demikian, FM rekan semobil AFM spontan membela sehingga terjadi perkelahian.”
Dilanjut: ”Bahwa menurut AFM, perkelahian tersebut terjadi secara spontan tanpa motif. Karena antara AFM dan JF tidak saling kenal sebelumnya.”
Kini perkara sedang diproses penyidik Polda Metro Jaya. Kasus begini bisa ratusan per hari di Indonesia. Terutama di kota-kota besar yang lalu lintasnya selalu macet. Bahkan, terjadi di semua kota besar dunia.
Psikoanalis Allan N. Schwartz, pakar psikologi dari Yeshiva University di New York City, AS, buka praktik di New York. Banyak pasiennya yang stres, bahkan depresi akibat kemacetan lalu lintas.
Schwartz menulis di Mental Help, pusat pelaporan psikologi AS, menceritakan pengalamannya baru-baru ini. Seorang pria usia 35 masuk ke tempat praktiknya dalam kondisi tubuh lunglai. Walaupun fisiknya sehat.
Dipaparkan: ”Pasien pria itu tiba di kantor untuk psikoterapi. Ia tampak gelisah dan ketika saya bertanya kepadanya apa yang terjadi, ia melaporkan kejadian berikut:
Pria (sebut saja A) bermobil sendirian, keluar dari kompleks rumahnya di pinggiran New York. Ia berangkat ngantor.
Dari arah rumah A menuju kantor, ia harus melewati jalan sulit. Bukan jalan sempit. Jalannya besar. Tapi, di suatu pertigaan ia harus belok kiri sedikit, lalu harus banting ke kanan untuk masuk jalan raya.
Setiap hari ngantor, A selalu direpotkan di jalan tersebut. Nah, hari itu, kejadiannya begini:
A tiba di ”titik sulit” itu, melihat ada sebuah mobil dari arah samping kirinya. Tapi, A memperkirakan, ia masih keburu untuk masuk, lalu menikung ke kanan. Maka, ia lakukan. Aman. Tidak ada masalah.
Tapi, setelah A tiba di jalur kanan, sebuah mobil di belakangnya menggencet klakson bertubi-tubi. Klakson di Amerika Serikat (AS) dilarang digunakan jika tidak benar-benar perlu.
Menanggapi klakson bertalu-talu itu, A menepikan mobilnya. Lantas berhenti. Ternyata mobil di belakangnya ikut menepi, berhenti di belakang mobil A. Pengemudi mobil belakang, pria membuka kaca mobil, mengacungkan jari tengah (tanda memaki).
A termenung di mobilnya. Ia memegang handle pintu, hendak keluar. Tapi, kemudian ia batalkan. Ia tetap di dalam mobil. Selama sekitar lima menit, dua pemobil saling diam.
Lantas, mobil belakang berangkat lagi. Kali ini membuka kaca samping kiri, agar bisa melihat wajah A. Mobil itu lalu mendahului A sambil memaki-maki A.
Sejenak, A berniat mengejarnya. Namun, kemudian dibatalkan juga. Akhirnya A stres, mendatangi psikoanalis Schwartz.
Menurut Schwartz, tindakan A sudah benar. Seumpama ia keluar mobil, hampir pasti terjadi perkelahian. Dan, di AS perkelahian bisa menggunakan pistol. Tapi, A membayarnya dengan stres,” tulis Schwartz.
Schwartz menyarankan, semua orang tirulah A. Demi menghindari bahaya.
”Pertama, setiap orang harus berkonsentrasi pada mengemudi mereka sendiri. Bukan pada orang lain. Selain itu, semua orang harus menyadari bahwa apa pun yang terjadi di jalan, itu bukan urusan pribadi.”
Tips Schwartz ada dua:
1.) Apakah benar-benar layak untuk keluar dari mobil atau melakukan tindakan berbahaya lainnya?
2.) Apa konsekuensi seandainya mengambil tindakan?
Artinya, orang tidak boleh menyerah pada dorongan emosi mereka. Dalam kondisi apa pun. Meski sebelumnya sudah diliputi stres oleh masalah lain.
Yang menarik, di negaranya Mike Tyson pun orang bertindak seperti A. Sedangkan di Indonesia, malah orang bertindak seperti Mike Tyson. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: